Sabtu, 26 Desember 2009

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TRANSFORMASIONAL

Kepemimpinan Kepala Sekolah
“Transformasional”

Pendahuluan
Dalam era desentralisasi seperti saat ini, di mana sektor pendidikan juga dikelola secara otonom oleh pemerintah daerah, praksis pendidikan harus ditingkatkan ke arah yang lebih baik dalam arti relevansinya bagi kepentingan daerah maupun kepentingan nasional. Manajemen sekolah saat ini memiliki kecenderungan ke arah school based management (manajemen berbasis sekolah/MBS).
Dalam konteks MBS, sekolah harus meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaannya guna meningkatkan kualitas dan efisiensinya. Meskipun demikian, otonomi pendidikan dalam konteks MBS harus dilakukan dengan selalu mengacu pada akuntabilitas terhadap masyarakat, orangtua, siswa, maupun pemerintah pusat dan daerah.
A. Pengertian Kepemimpinan Kepala Sekolah
Banyak ahli yang mengemukakan pengertian kemimpinan. Feldmon (1983) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah usaha sadar yang dilakukan pimpinan untuk mempengaruhi anggotanya melaksanakan tugas sesuai dengan harapannya. Di sisi lain, Newell (1978) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai pengembangan atau tujuan organisasi. Kedua pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Stogdil yang mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas kelompok untuk mencapai tujuan organisasi (Wahyosumidjo, 1984).
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan para ahli kepemimpinan tersebut, dapat digarisbawahi bahwa kepemimpinan pada dasarnya adalah suatu proses menggerakkan, mempengaruhi dan membimbing orang lain dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi. Ada empat unsur yang terkandung dalam pengertian kepemimpinan, yaitu unsur orang yang menggerakkan yang dikenal dengan pemimpin, unsur orang yang digerakkan yang disebut kelompok atau anggota, unsur situasi dimana aktifitas penggerakan berlangsung yang dikenal dengan organisasi, dan unsur sasaran kegiatan yang dilakukan.
Kepemiminan merupakan proses dimana seorang individu mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai suatu tujuan. Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, seorang kepala sekolah harus dapat mempengaruhi seluruh warga sekolah yang dipimpinnya melalui cara-cara yang positif untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Keberhasilan organisasi sekolah banyak ditentukan keberhasilan kepala sekolah dalam menjalankan peranan dan tugasnya. Peranan adalah seperangkat sikap dan perilaku yang harus dilakukan sesuai dengan posisinya dalam organisasi. Peranan tidak hanya menunjukkan tugas dan hak, tapi juga mencerminkan tanggung jawab dan wewenang dalam organisasi.
B. Kepemimpinan Transformasional
Agar desentralisasi dan otonomi pendidikan berhasil dengan baik, kepemimpinan kepala sekolah perlu diberdayakan. Pemberdayaan berarti peningkatan kemampuan secara fungsional, sehingga kepala sekolah mampu berperan sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya. Kepala sekolah harus bertindak sebagai manajer dan pemimpin yang efektif. Sebagai manajer ia harus mampu mengatur agar semua potensi sekolah dapat berfungsi secara optimal. Hal ini dapat dilakukan jika kepala sekolah mampu melakukan fungsi-fungsi manajemen dengan baik, meliputi (1) perencanaan; (2) pengorganisasian; (3) pengarahan; dan (4) pengawasan.
Dalam era desentralisasi, kepala sekolah tidak layak lagi untuk takut mengambil inisiatif dalam memimpin sekolahnya. Pengalaman kepemimpinan yang bersifat top down seharusnya segera ditinggalkan. Pengalaman kepemimpinan kepala sekolah yang bersifat instruktif dan top down memang telah lama dipraktikkan di sebagian besar sekolah kita ketika era sentralistik masih berlangsung.
Beberapa fenomena pendidikan persekolahan sebagai hasil dari model kepemimpinan yang instruktif dan top down dapat kita sebutkan, antara lain, sistem target pencapaian kurikulum, target jumlah kelulusan, formula kelulusan siswa, dan adanya desain suatu proyek peningkatan kualitas sekolah yang harus dikaitkan dengan peningkatan NEM (nilai ebtanas murni-Red) secara instruktif. Keadaan ini berakibat pada terbelenggunya seorang kepala sekolah dengan juklak dan juknis. Dampak negatifnya ialah tertutupnya sekolah pada proses pembaruan dan inovasi.
Ciri seorang yang telah berhasil menerapkan gaya kepemimpinan transformasional (Luthans, 1995: 358) adalah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi dirinya sebagai agen perubahan (pembaruan); (2) memiliki sifat pemberani; (3) mempercayai orang lain; (4) bertindak atas dasar sistem nilai (bukan atas dasar kepentingan individu, atau atas dasar kepentingan dan desakan kroninya); (5) meningkatkan kemampuannya secara terus-menerus; (6) memiliki kemampuan untuk menghadapi situasi yang rumit, tidak jelas, dan tidak menentu; serta (7) memiliki visi ke depan.
Teori Kepemimpinan Transformasional
Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional, Bass (dalam Howell dan Hall-Merenda, 1999) mengemukakan adanya empat karakteristik kepemimpinan transformasional, yaitu: (1). Karisma, (2). Inspirasional, (3). stimulasi intelektual, dan (4). perhatian individual.
Selanjutnya, Bass (1990) dan Yukl (1998) mengemukakan bahwa hubungan pemimpin transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal yakni: (1) pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelasakan apa yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan; (2) pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan imbalan; dan 3) pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan karyawan.
Bass (dalam Howell dan Avolio, 1993) mengemukakan bahwa karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri atas dua aspek, yaitu imbalan kontingen, dan manajemen eksepsi. Berkaitan dengan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap perilaku karyawan, Podsakoff dkk. (1996) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional merupakan faktor penentu yang mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku karyawan di mana terjadi peningkatan kepercayaan kepada pemimpin, motivasi, kepuasan kerja dan mampu mengurangi sejumlah konflik yang sering terjadi dalam suatu organisasi.
Implementasi Kepemimpinan Transformasional kepada Kepsek
Dari segi kepemimpinan, seorang kepala sekolah mungkin perlu mengadopsi gaya kepemimpinan transformasional, agar semua potensi yang ada di sekolah dapat berfungsi secara optimal. Kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan yang mengutamakan pemberian kesempatan, dan atau mendorong semua unsur yang ada dalam sekolah untuk bekerja atas dasar sistem nilai (values system) yang luhur, sehingga semua unsur yang ada di sekolah (guru, siswa, pegawai, orangtua siswa, masyarakat, dan sebagainya) bersedia, tanpa paksaan, berpartisipasi secara optimal dalam mencapai tujuan ideal sekolah.
Secara sederhana kepemimpinan transformasional dapat diartikan sebagai proses untuk merubah dan mentransformasikan individu agar mau berubah dan meningkatkan dirinya, yang didalamnya melibatkan motif dan pemenuhan kebutuhan serta penghargaan terhadap para bawahan. Terdapat empat faktor untuk menuju kepemimpinan tranformasional, yang dikenal sebutan 4 I, yaitu : idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan individual consideration.
1. Idealized influence: kepala sekolah merupakan sosok ideal yang dapat dijadikan sebagai panutan bagi guru dan karyawannya, dipercaya, dihormati dan mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan sekolah..
2. Inspirational motivation: kepala sekolah dapat memotivasi seluruh guru dan karyawannnya untuk memiliki komitmen terhadap visi organisasi dan mendukung semangat team dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan di sekolah.
3. Intellectual Stimulation: kepala sekolah dapat menumbuhkan kreativitas dan inovasi di kalangan guru dan stafnya dengan mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah untuk menjadikan sekolah ke arah yang lebih baik.
4. Individual consideration: kepala sekolah dapat bertindak sebagai pelatih dan penasihat bagi guru dan stafnya.
Berdasarkan hasil kajian literatur yang dilakukan, Northouse (2001) menyimpulkan bahwa seseorang yang dapat menampilkan kepemimpinan transformasional ternyata dapat lebih menunjukkan sebagai seorang pemimpin yang efektif dengan hasil kerja yang lebih baik. Oleh karena itu, merupakan hal yang amat menguntungkan jika para kepala sekolah dapat menerapkan kepemimpinan transformasional di sekolahnya.
Karena kepemimpinan transformasional merupakan sebuah rentang yang luas tentang aspek-aspek kepemimpinan, maka untuk bisa menjadi seorang pemimpin transformasional yang efektif membutuhkan suatu proses dan memerlukan usaha sadar dan sunggug-sungguh dari yang bersangkutan. Northouse (2001) memberikan beberapa tips untuk menerapkan kepemimpinan transformasional, yakni sebagai berikut:
1. Berdayakan seluruh bawahan untuk melakukan hal yang terbaik untuk organisasi
2. Berusaha menjadi pemimpin yang bisa diteladani yang didasari nilai yang tinggi
3. Dengarkan semua pemikiran bawahan untuk mengembangkan semangat kerja sama
4. Ciptakan visi yang dapat diyakini oleh semua orang dalam organisasi
5. Bertindak sebagai agen perubahan dalam organisasi dengan memberikan contoh bagaimana menggagas dan melaksanakan suatu perubahan
6. Menolong organisasi dengan cara menolong orang lain untuk berkontribusi terhadap organisasi
Ada 3 aspek penting menentukan kualitas mutu pendidikan: (1). Terletak pada Manajemen Kepemimpinannya, (2). Kepemimpinan Transformasional sebagai Motivasi, (3). Meraih Mutu Organisasi Pendidikan.

Rujukan
 psikologi.binadarma.ac.id/jurnal/jurnal_marcel_rita.pdf
 akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2009/04/leadership.ppt
 www.bpgdisdik-jabar.net/materi/KS-1203-14.pdf
http://Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah « AKHMAD SUDRAJAT LET'S TALK ABOUT EDUCATION !.htm

Tidak ada komentar: