Sabtu, 26 Desember 2009

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TRANSFORMASIONAL

Kepemimpinan Kepala Sekolah
“Transformasional”

Pendahuluan
Dalam era desentralisasi seperti saat ini, di mana sektor pendidikan juga dikelola secara otonom oleh pemerintah daerah, praksis pendidikan harus ditingkatkan ke arah yang lebih baik dalam arti relevansinya bagi kepentingan daerah maupun kepentingan nasional. Manajemen sekolah saat ini memiliki kecenderungan ke arah school based management (manajemen berbasis sekolah/MBS).
Dalam konteks MBS, sekolah harus meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaannya guna meningkatkan kualitas dan efisiensinya. Meskipun demikian, otonomi pendidikan dalam konteks MBS harus dilakukan dengan selalu mengacu pada akuntabilitas terhadap masyarakat, orangtua, siswa, maupun pemerintah pusat dan daerah.
A. Pengertian Kepemimpinan Kepala Sekolah
Banyak ahli yang mengemukakan pengertian kemimpinan. Feldmon (1983) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah usaha sadar yang dilakukan pimpinan untuk mempengaruhi anggotanya melaksanakan tugas sesuai dengan harapannya. Di sisi lain, Newell (1978) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai pengembangan atau tujuan organisasi. Kedua pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Stogdil yang mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas kelompok untuk mencapai tujuan organisasi (Wahyosumidjo, 1984).
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan para ahli kepemimpinan tersebut, dapat digarisbawahi bahwa kepemimpinan pada dasarnya adalah suatu proses menggerakkan, mempengaruhi dan membimbing orang lain dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi. Ada empat unsur yang terkandung dalam pengertian kepemimpinan, yaitu unsur orang yang menggerakkan yang dikenal dengan pemimpin, unsur orang yang digerakkan yang disebut kelompok atau anggota, unsur situasi dimana aktifitas penggerakan berlangsung yang dikenal dengan organisasi, dan unsur sasaran kegiatan yang dilakukan.
Kepemiminan merupakan proses dimana seorang individu mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai suatu tujuan. Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, seorang kepala sekolah harus dapat mempengaruhi seluruh warga sekolah yang dipimpinnya melalui cara-cara yang positif untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Keberhasilan organisasi sekolah banyak ditentukan keberhasilan kepala sekolah dalam menjalankan peranan dan tugasnya. Peranan adalah seperangkat sikap dan perilaku yang harus dilakukan sesuai dengan posisinya dalam organisasi. Peranan tidak hanya menunjukkan tugas dan hak, tapi juga mencerminkan tanggung jawab dan wewenang dalam organisasi.
B. Kepemimpinan Transformasional
Agar desentralisasi dan otonomi pendidikan berhasil dengan baik, kepemimpinan kepala sekolah perlu diberdayakan. Pemberdayaan berarti peningkatan kemampuan secara fungsional, sehingga kepala sekolah mampu berperan sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya. Kepala sekolah harus bertindak sebagai manajer dan pemimpin yang efektif. Sebagai manajer ia harus mampu mengatur agar semua potensi sekolah dapat berfungsi secara optimal. Hal ini dapat dilakukan jika kepala sekolah mampu melakukan fungsi-fungsi manajemen dengan baik, meliputi (1) perencanaan; (2) pengorganisasian; (3) pengarahan; dan (4) pengawasan.
Dalam era desentralisasi, kepala sekolah tidak layak lagi untuk takut mengambil inisiatif dalam memimpin sekolahnya. Pengalaman kepemimpinan yang bersifat top down seharusnya segera ditinggalkan. Pengalaman kepemimpinan kepala sekolah yang bersifat instruktif dan top down memang telah lama dipraktikkan di sebagian besar sekolah kita ketika era sentralistik masih berlangsung.
Beberapa fenomena pendidikan persekolahan sebagai hasil dari model kepemimpinan yang instruktif dan top down dapat kita sebutkan, antara lain, sistem target pencapaian kurikulum, target jumlah kelulusan, formula kelulusan siswa, dan adanya desain suatu proyek peningkatan kualitas sekolah yang harus dikaitkan dengan peningkatan NEM (nilai ebtanas murni-Red) secara instruktif. Keadaan ini berakibat pada terbelenggunya seorang kepala sekolah dengan juklak dan juknis. Dampak negatifnya ialah tertutupnya sekolah pada proses pembaruan dan inovasi.
Ciri seorang yang telah berhasil menerapkan gaya kepemimpinan transformasional (Luthans, 1995: 358) adalah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi dirinya sebagai agen perubahan (pembaruan); (2) memiliki sifat pemberani; (3) mempercayai orang lain; (4) bertindak atas dasar sistem nilai (bukan atas dasar kepentingan individu, atau atas dasar kepentingan dan desakan kroninya); (5) meningkatkan kemampuannya secara terus-menerus; (6) memiliki kemampuan untuk menghadapi situasi yang rumit, tidak jelas, dan tidak menentu; serta (7) memiliki visi ke depan.
Teori Kepemimpinan Transformasional
Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional, Bass (dalam Howell dan Hall-Merenda, 1999) mengemukakan adanya empat karakteristik kepemimpinan transformasional, yaitu: (1). Karisma, (2). Inspirasional, (3). stimulasi intelektual, dan (4). perhatian individual.
Selanjutnya, Bass (1990) dan Yukl (1998) mengemukakan bahwa hubungan pemimpin transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal yakni: (1) pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelasakan apa yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan; (2) pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan imbalan; dan 3) pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan karyawan.
Bass (dalam Howell dan Avolio, 1993) mengemukakan bahwa karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri atas dua aspek, yaitu imbalan kontingen, dan manajemen eksepsi. Berkaitan dengan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap perilaku karyawan, Podsakoff dkk. (1996) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional merupakan faktor penentu yang mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku karyawan di mana terjadi peningkatan kepercayaan kepada pemimpin, motivasi, kepuasan kerja dan mampu mengurangi sejumlah konflik yang sering terjadi dalam suatu organisasi.
Implementasi Kepemimpinan Transformasional kepada Kepsek
Dari segi kepemimpinan, seorang kepala sekolah mungkin perlu mengadopsi gaya kepemimpinan transformasional, agar semua potensi yang ada di sekolah dapat berfungsi secara optimal. Kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan yang mengutamakan pemberian kesempatan, dan atau mendorong semua unsur yang ada dalam sekolah untuk bekerja atas dasar sistem nilai (values system) yang luhur, sehingga semua unsur yang ada di sekolah (guru, siswa, pegawai, orangtua siswa, masyarakat, dan sebagainya) bersedia, tanpa paksaan, berpartisipasi secara optimal dalam mencapai tujuan ideal sekolah.
Secara sederhana kepemimpinan transformasional dapat diartikan sebagai proses untuk merubah dan mentransformasikan individu agar mau berubah dan meningkatkan dirinya, yang didalamnya melibatkan motif dan pemenuhan kebutuhan serta penghargaan terhadap para bawahan. Terdapat empat faktor untuk menuju kepemimpinan tranformasional, yang dikenal sebutan 4 I, yaitu : idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan individual consideration.
1. Idealized influence: kepala sekolah merupakan sosok ideal yang dapat dijadikan sebagai panutan bagi guru dan karyawannya, dipercaya, dihormati dan mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan sekolah..
2. Inspirational motivation: kepala sekolah dapat memotivasi seluruh guru dan karyawannnya untuk memiliki komitmen terhadap visi organisasi dan mendukung semangat team dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan di sekolah.
3. Intellectual Stimulation: kepala sekolah dapat menumbuhkan kreativitas dan inovasi di kalangan guru dan stafnya dengan mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah untuk menjadikan sekolah ke arah yang lebih baik.
4. Individual consideration: kepala sekolah dapat bertindak sebagai pelatih dan penasihat bagi guru dan stafnya.
Berdasarkan hasil kajian literatur yang dilakukan, Northouse (2001) menyimpulkan bahwa seseorang yang dapat menampilkan kepemimpinan transformasional ternyata dapat lebih menunjukkan sebagai seorang pemimpin yang efektif dengan hasil kerja yang lebih baik. Oleh karena itu, merupakan hal yang amat menguntungkan jika para kepala sekolah dapat menerapkan kepemimpinan transformasional di sekolahnya.
Karena kepemimpinan transformasional merupakan sebuah rentang yang luas tentang aspek-aspek kepemimpinan, maka untuk bisa menjadi seorang pemimpin transformasional yang efektif membutuhkan suatu proses dan memerlukan usaha sadar dan sunggug-sungguh dari yang bersangkutan. Northouse (2001) memberikan beberapa tips untuk menerapkan kepemimpinan transformasional, yakni sebagai berikut:
1. Berdayakan seluruh bawahan untuk melakukan hal yang terbaik untuk organisasi
2. Berusaha menjadi pemimpin yang bisa diteladani yang didasari nilai yang tinggi
3. Dengarkan semua pemikiran bawahan untuk mengembangkan semangat kerja sama
4. Ciptakan visi yang dapat diyakini oleh semua orang dalam organisasi
5. Bertindak sebagai agen perubahan dalam organisasi dengan memberikan contoh bagaimana menggagas dan melaksanakan suatu perubahan
6. Menolong organisasi dengan cara menolong orang lain untuk berkontribusi terhadap organisasi
Ada 3 aspek penting menentukan kualitas mutu pendidikan: (1). Terletak pada Manajemen Kepemimpinannya, (2). Kepemimpinan Transformasional sebagai Motivasi, (3). Meraih Mutu Organisasi Pendidikan.

Rujukan
 psikologi.binadarma.ac.id/jurnal/jurnal_marcel_rita.pdf
 akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2009/04/leadership.ppt
 www.bpgdisdik-jabar.net/materi/KS-1203-14.pdf
http://Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah « AKHMAD SUDRAJAT LET'S TALK ABOUT EDUCATION !.htm

Minggu, 13 Desember 2009

STUDY KELAYAKAN USAHA DAN RENCANA PEMASARAN

STUDY KELAYAKAN USAHA DAN RENCANA PEMASARAN Pendahuluan Studi Kelayakan Kegiatan adalah suatu rangkaian penelitian yang dilakukan dengan kriteria dan metoda tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran penilaian atas usulan kegiatan.Pada tahap ini akan dilakukan kajian dan analisis dari berbagai aspek pelaksanaan kegiatan. Dalam pelaksanaan studi kelayakan, manfaat dan risiko dari kegiatan yang akan diusulkan diperhitungkan dengan rinci. Manfaat langsung maupun tidak langsung akan diidentifikasi dan dihitung secara kualitatif dan kuantitatif. Risiko yang mungkin terjadi akibat pelaksanaan kegiatan harus diidentifikasi dan diperhitungkan, termasuk langkah-langkah antisipasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko tersebut. A. Analisis Fungsional dan Analisis Ekonomi Kelayakan teknis/ Fungsional adalah gambaran kondisi teknis dari rencana kegiatan yang memperhitungkan unsur keteknikan (engineering) dan non-keteknikan (misal: ketersediaan material dan kemudahan pelaksanaan) sehingga suatu kegiatan Dapat dilaksanakan.Kajian kelayakan teknis yang dilakukan mencakup: 1. Prediksi kebutuhan suatu kegiatan dalam mencapai sasaran pada jangka waktu tertentu beserta alternatif scenario dan analisis sensitivitas yang akan menjelaskan besaran dan tingkat kebutuhan atas usulan kegiatan yang dikaji secara teknis dalam rentang waktu tertentu. 2. Pra-desain yang berisi informasi teknis yang cukup untuk memprediksi besaran biaya yang diperlukan selama kegiatan tersebut dirancang hingga diimplementasikan. Kajian Analisa ekonomi adalah gambaran atas efisiensi penggunaan sumber daya (input) dengan manfaat (outcomes) yang diperoleh dalam pelaksanaan rencana kegiatan. Kelayakan ini mencakup aspek sosial, lingkungan dan/atau ekonomi dengan memperhitungkan biaya yang dikeluarkan karena adanya kesempatan yang hilang (opportunity cost) dari penggunaan sumber daya maupun manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan kegiatan.Kajian kelayakan ekonomi berisi analisis secara kuantitatif perkiraan hasil dari kegiatan yang diusulkan. Analisis tersebut dapat memperhitungkan faktor pengembalian investasi dari aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi serta membandingkan tingkat keefektifan dari kegiatan tersebut selama waktu layan (service time) dengan beberapa alternative skenario penggunaan sumber daya yang ada.Kajian kelayakan ekonomi yang dilakukan mencakup: 1. Analisis dampak lingkungan akibat pelaksanaan kegiatan yang dikuantifikasi menjadi biaya, dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh; 2. Analisis terhadap aspek sosial yang dilakukan dengan memperhitungkan penyebaran manfaat dari kegiatan pada masyarakat di wilayah yang berbeda. Analisis ini juga memperhitungkan faktor alokasi manfaat, tingkat pertumbuhan, dan distribusi dari manfaat secara efisien dalam kurun waktu yang bersamaan; 3. Analisis manfaat dan biaya sosial (Social Cost BenefitAnalysis) untuk mengetahui kegiatan tersebut layak secara ekonomi dan efektif dalam penggunaan sumber daya; dan 4. Hal-hal yang diperhatikan dan menjadi parameter kunci dalam kajian ekonomi adalah Economic Internal Rate of Return (EIRR) dan Net Present Value (NPV). Kedua hal tersebut dapat digunakan sebagai indikator (justification) ekonomi dari suatu kegiatan. NPV juga dapat menggambarkan kebutuhan dukungan finansial berdasarkan kebutuhan pelaksanaan kegiatan (worth of project). B. Ruang Lingkup Studi Kelayakan dan Rencana Pemasaran a. Study kelayakan Study kelayakan usaha / Feasibility Study adalah suatu analisis terhadap viability (diteruskan atau tidak) suatu ide. Fokus dari suatu study kelayakan adalah untuk mampu menjawab pertanyaan penting “should we procced with the proposed project idea?”, sehingga segala aktivitas dalam studi kelayakan bertujuan untuk membantu menjawab pertanyaan tersebut. Mengetahui lebih awal bahwa suatu ide tidak bekerja sesuai diharapkan akan dapat mencegah penggunaan uang, waktu dan sumber daya secara sia-sia . Aspek-aspek yang dibahas dalam feasibility study atau Studi Kelayakan Usaha adalah: 1. Aspek Pemasaran yang meliputi: permintaan, penawaran, harga, program dan prakiraan penjualan 2. Aspek Teknis meliputi: study pendahuluan , optimasi skala produksi , ketepatan proses produksi, perlengkapan dan pekerjaan tambahan , penanganan limbah produksi , tata letak produksi, kajian lokasi dan aspek social dari teknologi. 3. Aspek Keuangan meliputi: dana yang diperlukan, sumber-sumber pembiayaan , analisa biaya, pendapatan, rugi laba dan proyeksi keuangan, 4. Aspek Manajemen meliputi: manajemen proyek dan manajemen organisasi dan sumber daya manusia. 5. Aspek Hukum meliputi: bentuk badan hukum atau badan usaha, jaminan terhadap pinjaman dan surat-surat legal. 6. Aspek Sosial dan Ekonomi meliputi: penghasilan negara , devisa yang masuk dan penambahan lapangan kerja. b. rencana pemasaran Sebagai seorang Manajer Pemasaran pasti dituntut mampu mempersiapkan rencana pemasaran yang unggul namun mudah dimengerti dan diimplementasikan. Tidak ada gunanya membuat Rencana Pemasaran yang canggih namun sulit diimplementasikan. Singkatnya suatu Marketing Plan harus efektif dan efisien, atau tepat guna. Untuk itu sebelum merancang dan membuat rencana pemasaran sangat penting menyediakan waktu untuk mempersiapkan karya. Usaha yang lakukan dalam persiapan ini akan sangat menentukan hasil selanjutnya dari Marketing Plan yang akan anda rancang. Berikut adalah langkah-langkah sederhana namun efektif: 1. Tetapkan tujuan; Menetapkan tujuan berarti memahami untuk apa anda membuat marketing plan. Apakah akan meluncurkan sebuah produk baru? Ingin meningkatkan market share? Ingin meningkatkan profitabilitas? Dan lain sebagainya. Design marketing plan untuk peluncuran suatu produk baru misalnya tentulah berbeda dengan peningkatan market share dari produk yang sudah ada. 2. Analisa faktor internal; Daftarkan faktor-faktor internal yang akan mempengaruhi pembuatan Marketing Plan. Mulai dari yang paling sederhana seperti waktu yang butuhkan, budget dan sumber daya lain yang dibutuhkan. Jangan lupa mendaftarkan pihak-pihak yang akan turut serta beserta data-data yang anda butuhkan nantinya. Segala hal yang berhubungan dengan costing dan product knowledge misalnya harus benar-benar kuasai. Dan itu akan didapatkan dari orang-orang atau pihak yang kompeten di bidang masing-masing. 3. Analisa Faktor eksternal; Daftarkan faktor-faktor eksternal yang perlu anda pelajari. Hal ini bisa berupa data-data lingkungan pasar yang ada pada saat ini. Jika anda membutuhkan data dari agen marketing research, dan musti tentukan agent yang mana dan pikirkan pula alasan anda memilihnya. 4. Tetapkan Langkah-langkah Unggulan & Resiko Yang Mungkin Muncul; Setelah mendaftarkan faktor internal dan eksternal, selanjutnya mendaftarkan langkah-langkah atau program unggulan yang akan ambil. Ini bisa berdasarkan pemikiran yang muncul dari hasil analisa faktor internal dan eksternal. Jangan lupa daftarkan pula resiko yang mungkin muncul jika langkah ini diambil dan bagaimana mengatasinya bila resiko itu benar-benar muncul. 5. Mulai Menyusun Marketing Plan; Kalau langkah 1 sampai 4 sudah lakukan, selanjutnya menyusun marketing plan. Buatkan jadwal atau project plan yang akan menjadi bahan acuan. Minta pendapat dari orang-orang yang akan terlibat dalam program. Ruang Lingkup Marketing Plan Marketing plan merupakan bagian dari business plan. Menurut Bygrave, perencanaan pemasaran ini harus melakukan penganalisaan terhadap situasi perusahaan dan lingkungannya, analisa dan penilaian peluang, kekuatan, kelemahan, kendala yang dihadapi juga gambaran sasaran konsumen dan strategi pemasaran yang digunakan. Inti utama dari pelaksanaan marketing plan ini adalah : a. Analisa siatuasi lingkungan dan peluang pasar b. Mengembangkan sasaran pemasaran c. Menetapkan strategi pemasaran d. Menciptakan taktik atau tindakan pelaksanaan Kriteria marketing plan yang baik adalah : 1. .Berdasarkan fakta dan asumsi yang benar 2. Teknik promosi yang efektif 3. Respon perubahan harga di pasar 4. Jaringan saluran distribusi 5. Keadaan persaingan yang sehat C. Konsep AIDA+S Adapun konsep AIDA+S ini dapat diartikan sebagai berikut : A = attention (perhatian) I = Interest (tertarik) D = Desire (keinginan) A = Action (tindakan) S = Satisfaction (kepuasan) Konsep ini berlaku bagi usaha yang kegiatannya menarik konsumen. Konsep Pemasaran Yang Harus Dilaksanakan terdiri dari: 1. Konsep produk (Product Concept) • Orientasi pada produk (Product Orientations) • Orientasi penjualan (Selling Orientations) • Orientasi pasar (Market Orientations) • Orientasi tanggungjawab (Responsibilities Orientations) 2. Pendekatan Pemasaran • Commodity Approach (Pendekatan Komoditas) • Institutional Approach (Pendekatan Institusional) • Functional Approach (Pendekatan Fungsional) 3. Komoditi Yang Akan Dipasarkan • Barang konsumsi • Barang hasil bumi • Barang industry • Jasa Kesimpulan Studi Kelayakan Kegiatan adalah suatu rangkaian penelitian yang dilakukan dengan kriteria dan metoda tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran penilaian atas usulan kegiatan.Pada tahap ini akan dilakukan kajian dan analisis dari berbagai aspek pelaksanaan kegiatan. Dalam pelaksanaan studi kelayakan, manfaat dan risiko dari kegiatan yang akan diusulkan diperhitungkan dengan rinci. Manfaat langsung maupun tidak langsung akan diidentifikasi dan dihitung secara kualitatif dan kuantitatif. Risiko yang mungkin terjadi akibat pelaksanaan kegiatan harus diidentifikasi dan diperhitungkan, termasuk langkah-langkah antisipasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko tersebut.Pada pelaksanaan studi kelayakan, dilakukan analisis kelayakan kegiatan dilihat dari berbagai aspek yang terkait dengan instansi pengusul, penerima manfaat, maupun lingkungan dimana kegiatan tersebut akan dilaksanakan. Secara garis besar aspekaspek tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian besar, yaitu: kelayakan teknis, kelayakan ekonomi, dan kelayakan finansial. Daftar Pustaka • http://www.docstoc.com/docs/6585562/ • http://www.ebahana.com/warta-369-AIDA-Memikat-Pendengar-Anda.html • http://idbunhalu.info/projectportal/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=346 • http://www.prlog.org/10380195-konsultan-studi-kelayakan-usaha-jasa-consultant-feasibility-study-konsultan-studi-kelayakan.html • http://www.thesmartmarketing.co.cc/index.php/marketing-plan/2-5-langkah-sederhana-mempersiapkan-marketing-plan-rencana-pemasaran

Jumat, 20 November 2009

ANALISA KEBIJAKAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

POLICY ANALYSIS AND DECISSION MAKER A. What is Policy Analysis? Kebijakan adalah pilihan-pilihan (opsi) yang didasari pemikiran akal budi dalam sebuah kepengurusan maupun organisasi untuk kepentingan tertentu. Dari definisi di atas jelaslah bahwakebijakan bukanlah “keputusan” melainkan “bahan” dalam pengambilan keputusan. Sedangkan kebijaksanaan adalah kepandaian menggunakan akal budi. Analisa kebijakan; produk dari analisa kebijakan adalah saran, sedalam dan seluas apapun analisa kebijakan dimaksudkan untuk menghasilkan beberapa pilihan keputusan. Analisa kebijakan bertujuan untuk menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk bahan pertimbangan yang berdasar pada pemecahan masalah kepada para pembuat keputusan. Menurut Weimer dan Vining mereka menganggap bahwa analisa kebijakan sebagai pekerjaan professional, maka mereka menekankan para analis kebijakan mempunyai klien yang membutuhkan saran yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan. Klien dari penganalisa kebijakan adalah para pembuat keputusan. Dari pertimbangan di atas, maka mereka mendefiniskan bahwa analisa kebikan merupakan saran yang berorientasi pada klien dan berhubungan dengan kepentingan umum. Dan menurut Walter William, analisa kebijakan merupakan penggabungan informasi termasuk perkiraan akibat untuk mengahsilkan format pengambilan keputusan dan memperkirakan kebutuhan di masa mendatang sebagai bahan pertimbagan. B. Keterkaitan Analisa Kebijakan dengan Berbagai Profesi Bagaimanapun bahwa kita bercita-cita pada profesi lain seperti: administrasi public, manajemen bisnis, perencanaan kota dan daerah, hokum, dan kesehatan masyarakat, dimana kita mungkin tetap diperlukan untuk memainkan peran analisa kebijakan dari waktu ke waktu. Analisa kebijakan dapat ditempatkan dalam perspektif dengan membandingkannya dengan beberapa profesi dan kegiatan yang terkait agar telihat lebih akrab. Perbandingan Analisa Kebijakan dengan paradigma yang lain akademik, riset-riset kebijakan, perencanaan, klasik, jurnalisme, dan administrasi public lama. Terekan dalam gambar sebagai berikut: Paradigma Tujuan Utama Klien Common Style Kendala Waktu > penelitian ilmu sosial Kontribusi utk memahami masyarakat “kebenaran” sebagaimana ditetapkan oleh disiplin ilmu Metodologi yang ketat untuk membangun dan menguji teori-teori; sering retrospektif Kekakang waktu yang jarang terjadi > penelitian kebijakan Prediksi dari dampak perubahan dalam “variable” yang dapat diubah oleh pemerintah Actor di arena kebijakan; disipli imu yanga terkait Metodologo formal untuk kebijakan pertanyaan yang relevan Kadang yang terjadi tekanan dari batas waktu kemungkinan berkurang karena persoalan yang berulang kali terjadi > Perencanaan klasik Menentukan dan mencapai keadaan masa depan yang diinginkan masyarakat “kepentingan public” sebagai didefinisikan secara professional Didirikan aturan dan norma-norma professional; spesifikasi tujuan dan sasaran Sedikit tekanan waku karena berhubungan dengan masa depan jangka panjang > Administrasi public yang lama Efisiensi peaksanaan program-program yang didirikan oleh proses politik Program yang dimandatkan Manajerial dan legal Pengambilan keputusan utin; siklus anggara > Jurnalisme Memfokuskan perhatian public pada masalah-masalah sosial umum deskriptif Harus bergerak semenjak ada masalah sesuai topik > Analisis kebijakan Menganalisa dan menyajikan alternative yang tersedia bagi actor-aktor politik untuk menyelesaikan masalah-masalah publik Sebuah keputusan spesifik collective maker atau pembuat keputusan Sistesis penelitian dan teori yang ada untuk memperkirakan konsekuensi dari keputusan alternatif Analisis penyelesaian biasanya diikat titik pengembilan keputusan tertentu C. Kesiapan Dasar Abalisis Langkah-langkah dibawah ini adalah kesiapan dasar analis dalam analisa kebijakan agar tercapai hasil analisa maksimal, yaitu sebagai berikut: 1. analis harus tahu bagaimana mengumpulkan, mengatur, dan menyampaikan informasi dalam situasi dimana tenggat waktu yang ketat dan akses ke orang-orang relevan terbatas 2. analis membutuhkan perspektif untuk menempatkan masalah-masalah social dirasakan contex 3. analis perlu keahlian tekshnis yang memungkinkan mereka untuk meramalkan lebih baik dan percaya diri untuk mengevaluasi konekuensi dari kebijakan alternative 4. analis harus memiliki pemahaman politik dan perilaku organisasi dalam rangka untuk memprediksi dan mungkin pengaruh kelayakan adopsi dan keberhasilan pelaksanaan kebijakan juga memahami pandangan dunia klien dan lawan-lawan potensial memungkinkan aalis untuk mengumpulkan lebih efektif evidence dan argument Membuat Analisa Kebijakan Publik; berikut beberapa bingkai kerja yang harus menjadi perhatian seorang analis kebijakan agar mencapai hasil analisa yang maksimal, yaitu sebagai berikut: 1. Tentukan Posisi Analis; mendeklarasikan bahwa anda adalah seorang analis kebijakan akan menjaga konsistensi posisi dan alat analisa yang akan digunakan untuk menjelaskan keperpihakan dan cara pikir tertentu dan menegaskan bahwa anda adalah benar-benar seorang analis kebijakan. 2. identifikasi persoalan yang analis analisis; memperoleh informasi yang lengkap tentang kebijakan yang ingin kita analisis adalah modal utama mengawali analisa kita. Ada ragam cara yang dapat digunakan untuk menemukan informasi yang akurat dan lengkap bagi analis kebijakan, yaitu: 1. melakukan identifikasi, 2. menemukan relevansi, 3. menentukan prioritas. 3. tentukan focus masalah analis; ada beberapa prosedur dasar yang dapat diikutu dalam menentukan focus masalah dalam AK, yaitu: 1. definisikan masalahnya, 2. batasi masalah analis. 4. pilihlah alat analisa yang tepat; pilih alat yang akan membantu analis dalam melakukan analisa untuk mencapai tujuan analisanya, kalkulasikan seluruh kemungkinan yang akan mendukung argument analis nantinya ke dalam analisanya. Beberapa alat analisa itu diantaranya: SWOT, Analisa CBA (cost benefir analiysis), dan masih banyak alat analisa lainnya. 5. bangunlah argument analis dengan kuat; interpretasi hasil analisa harus dibuat dengan semudah mungkin untuk dibaca public. Dalam membangun komunikasi pasca analisa beberapa cara yang efektif dan dapat digunakan adalah: 1. paparkan data dan temuan, 2. gunakan model yang paling tepat. 6. buatlah rekomendasi; proses analisa kebijakan public kemudian disempurnakan dengan memberikan beberapa kebijakan untuk mempengaruhi policy maker, itupun jika analis seorang advocator. Rekomendasi menjadi penting karena merupakan tujuan dari seorang analis yang berorientasi pada perubahankebijakan sebelumnya. D. Pentingnya Analisa Kebijakan dalam Pengambilan Keputusan Pentingnya Analisa Kebijakan yaitu dalam penyelenggaraan program organisasi senantiasa dilakukan melalui kebijakan dan proses kebijakan akan melibatkan unsure atau komponen yang ada dalam system organisasi, oleh karena itu sangat penting bagi seorang pemimpin menentukan kebijakan yang paling bijak dalam pengambilan keputusan. Formulasi Kebijakan, secara sederhana langkah-langkah dalam melakukan formulasi atau analisis kebijakan public dapat diuraikan sebagai berikut: 1. pengajuan persoalan; hakekatnya pada kegiatan ini untuk menentukan dan memahami hakekat persoalan dan suatu pemasalahan dan kemudian merumuskannya dalam hubungan sebab akibat. Tiga bakal pokok yang perlu dimiliki untuk melakukan pengkajian persoalan adalah teori, metodologi dan tekhnik. 2. penentuan tujuan; pada umumnya suatu kebijakan selalu bertujuan untuk mencapai kebaikan-kebaikan yang lebih banyak dan lebih baik atau mencegah terjadinya keburukan-keburukan atau kerugian-kerugian semaksimal mungkin. 3. perumusan alternative; alternative-alternatif kebijakan dapat muncul dalam pikiran seseorang karena ada beberapa hal: 1. berdasar pada pengamatan kebijakan yang ada, 2. dengan analogi dari suatu kebijakan dalam suatu bidang dan dicoba ditepakan dalam bidang yang tengah dipelajari, 3. merupakan hasil pengkajian dari persoalan tertentu. 4. penentuan criteria; analisa kebijakan memerlukan criteria-kriteria yang jelas dan konsisten untuk menilai alternative-alternatif yang menyangkut nilai-nilai abstrak yang fundamental seperti etika, falsafah kriteri yang berhubungan dengan nilai dan pandangan hidup. 5. penilaian alternative; tujuan penilaian adalah mendapatkan gambaran lebih jauh mengenai tingkat efektifitas dan fasilitas tiap alternative dalam pencapaian tujuan, sehingga diproleh kesimpulan mengenai alternative yang mungkin paling efektif dan efisien. Alternalif perlu juga dinilai dari segi etis dan falsafah, mungkin secara ekonomis menguntungkan dan secara administrative bisa dilaksanakan, tetapi bertentangan dengan nilai-nilai social tertentu. 6. perumusan rekomendasi; langkah akhir dan analisis kebijakan adalah merumuskan saran mengenai alternative yang diperhitungkan dapat mencapai tujuan secara optimum pada kondisi berbabagai factor lingkungan, administrasi, dan ekonomi tertentu. Dampak Kebijakan; ada 2 dampak yang paling menonjol, yaitu: 1. intended effect; efek kebijakan dimaksud berbeda-beda sesuai dengan organisasi dan konteks dimana mereka dibuat, secara umum kebijakan biasanya dilembagakan dalam rangka untuk menghindari beberapa efek negative yang akan muncul di dalam organisasi atau untuk mencari keuntungan positif. E. Hakikat dan Pentingnya Pengambilan Keputusan Pengertian Keputusan; keputusan menurut Ralp C. Davis adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan jawaban yang pasti terhadap suatu petanyaan. Menurut James A. F. Stoner, keputusan adalah pemilihan diantara alternative-alternatif, dan banyak lailainnya definisi keputusan. Maka ditarik kesimpulannya adalah suatu pengakhiran dari pada proses tentang suatu masalah atau problema untuk menjawab pertanaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah. Sedangkan Pengambilan Keputusan, menurut George R. Terry adalah pemilihan alternative perilaku tertentu dari dua atau lebih alternative yang ada. Dan pendapat S. P. Siagian, keputusan suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternative yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut pehitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Maka kesimpulannya dari 2 pendapat diatas adalah suatu proses pemilihan alternative terbaik dari beberapa alternative secara sistematis untuk ditindak lanjuti. Fungsi Pengambilan Keputusan yaitu sebagai pangkal permulaan aktifitas manusia yang sadar dan terarah, baik secara organisasional, serta berfungsi sebagai sesuatu yang bersifat futuristic. Tujuan Pengambilan Keputusan, ada 2 tujuan yaitu: 1. tujuan bersifat tunggal; keputusan yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah, artinya sekali diputuskan tidak ada kaitannya dengan masalah lain, 2. tujuan bersifat ganda; keputusan yang dihasilkan menyangkut lebih dari satu masalah, artinya bersifat kontradiktifatau bersifat tidak kontradiktif. Unsur-unsur Pengambilan Keputusan sebagai berikut; 1. tujuan dari pengambilan keputusan, 2. identifikasi dari alternative-alternatif keputusan untuk memecahkan masalah, 3. perhitungan mengenai factor-faktor yang tidak dapat diketahui sebelumnya/ diluar jangkauan manusia, 4. sarana atau alat untuk mengevaluasi atau mengukur hasil dari suatu pengambilan keputusan. Dasar-Dasar Pengambilan Keputusan, disebutkan yang berlaku sebagai berikut; 1. intuisi, 2. pengalaman, 3. fakta, 4. wewenang, 5. rasional. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan yaitu; 1. Posisi/ Kedudukan, 2. masalah, 3. situasi, 4. kondisi, 5. tujuan. Jenis-Jenis Pengambilan Keputusan, berdasarkan programnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok; 1. pengambilan keputusan terprogram; sifatnya rutunitas, berulang-ulang, dan cara menanganinya telah ditentukan, menyangkut pemecahan masalah yang bersifat tekhnis serta tidak memerlukan pengarahan dari tingkat manajemen yang lebih tinggi. 2. pengambilan keputusan tidak terprogram; keputusan yang biasanya diambil dalam memecahkan masalah baru yang belum pernah dialami sebelumnya. Keputusan ini menuntutdaya nalar yang tinggi digabungkan dengan tindakan yang sifatnya adaptif dan berorientasi pada efektifitas pemecahan. Pentingnya Pengambilan Keputusan; pengambilan keputusan haruslah dilihat sebagai salah satu fungsi utama setiap pimpinan terlepas dari bentuk, tipe, model, tekhnik dan ukuran organisasi yang dipimpinnya. Pengambilan keputusan itu harus dilihat sebagai sesuatu yang kontekstual sifatnya, karena: 1. PK tidak berlangsung dalam suasana vakum, 2. PK berlangsung dalam rangka kehidupan organisasional, 3. PK berkaitan lansung dengan pencapaian ujuan dan sebagai sasaran oganisasi yang telah ditentukan sebelumnya, 4. pengambilan keputusan pada analisa terakhir diukur dengan implementasinya. F. Kerangka dan Model Pengambilan Keputusan Kerangkannya dapat dilakukan; 1.kerangka perorangan pribadi, 2. kerangka perorangan kelompok, 3. kerangka organisasi perhimpunan, 4. kerangka organisasi pemerintahan, 5. kerangka organisasi admininsitrasi Negara, 6. kerangka organisasi militer, 7. kerngka organisasi niaga, 8. kerangka organisasi social. Struktur dan system dari kerangka PK tersebut tergantung dari;1.posisi orang yang berwenag, berwajib, atau bertangung jawab untuk mengambil desisi, 2. problem atau masalah yang dihadapi dan harus ditangani atau dipecahkan, 3. situasi dimana si pengambil keputusan dan problemitu berada, 4. kondisi dari si pengambil keputusan, kekuatan dan kemampuannya untuk menghadapi problem itu, 5. tujuan yang harus dicapai dengan pengambilan keputusan tersebut. Model PK; model adalah percontohan yang mengandung unsure yang bersifat penyederjanaan untuk dapat ditiru. Urgensi dari model PK, antara lain: 1. untuk mengetahui apakah hubungan yang bersifat tungal dari unsure-unsur itu ada relevansunya terhadap masalah yang akan dipecahkan, 2. untuk memperjelas mengenai hubungan signifikan diantara unsure-unsur itu, 3. untuk merumuskan hiopotesis mengenai hakikat hubungan-hubungan antara variabel, 4. untuk memberikan pengelolaan terhadap PK Klasifikasi Model PK; dapat dilakukan berdasarkan sebagai berikut: 1. tujuannya: model latitahan, model keputusan, model perencanaan, 2. bidang penerapannya: model tentang transfortasi, 3. tingkatannya: model tingkat manajemen kantor, 4. ciri waktunya: model statis dan dinamis, 5. bentuknya: model dua sisi, model konflik, 6. pengembangan analitik: tingkat dimana matematika perlu digunakan, 7. kompleksitas: model sangat terinci, model sederhana, 8. formalisasi. Gullet dan Hicks mengklasifikasikan model PK yaitu; 1. model probabilitas: model keputusannya merupakan konsep probabilitas dan konsep nilai harapan memberi hasil tertentu, 2. konsep tentang nilai-nilai harapan: dapat digunakan dalam PK yang akan diambil nanti menyangkut kemungkinan-kemungkinan yang telah diperhitungkan bagi situasi dan kondisi yang akan datang, 3. model matriks: model khusus yang menyajikan kombinasi antara strategi yang digunakan dan hasil yang diharapkan, 4. model pohon keputusan: menunjukkan proses khusus untuk merinci masalah-masalah yang dihadapi ke dalam komponen-komponen kemiduain dibuatkan alternative pemecahan beserta konsekuensi masing-masing, 5. model kurva indiferen: kurava dimana setiap titik yang berada pada garis kurva mempunyai tingkat kepuasan atau kemanfaatan yang sama, 6. model simulasi computer: diperelukan rancang bangun yang biasanya menggunakan computer, yang mampu menirukan apa-apa yang harus dilakukan. Kesimpulan dari bahasan diatas adalah bahwa PK dalam organisasi itu meliputi pemilihan satu diantara berbagai alternative merupakan bagian dari proses pencapaian tujuan organisasi yang cukup kompleks, yang meliputi: identifikasi masalah, pemilihan alternatif, pelaksanaan keputusan, pengesetan, dan pengendalian. PK dapat sederhana tetapi juga tidak sederhana sehingga memerlukan model PK. Apakah PK membutuhkan rasio, emosi, bahkan kadang-kadang dibutuhkan sesuatu yang rasional, artinya mengacu pada prinsip efisiensi. Jika ada tekanan dari kelompok organisasi dan motivasi yang bersifat pribadi dari pimpinan akan berakibat keputusannya jadi kurang objektif sehingga bukan merupakan keputusan yang kurang terbaik.

Sabtu, 14 November 2009

KULIAH: Manajemen Madrasah/ Sekolah


Peran Pendidik dan Tenaga Kependidikan Terhadap MBS (Manajemen Berbasis Sekolah)
Pendahuluan
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah – selanjutnya akan disingkat dengan MBS – sebenarnya bukan lagi wacana baru dalam dunia pendidikan Indonesia. Konsep ini telah disosialisasikan bersamaan dengan pewacanaan kurikulum 1994 pada tenaga pendidik dan kependidikan. Capaian untuk menjadi Sekolah Mandiri pada masa itu belum dapat terpenuhi karena pemerintah tidak memonitor pelaksanaan program tersebut di lapangan.
Melalui makalah ini, wacana MBS akan dikaji dari perspektif legal basis dimana pembahasannya tentu akan sangat terkait dengan paradigma ekonomi dan unsur pedagogik dalam konsep tersebut. Tentunya sebelum melangkah pada bagian pembahasan, maka akan didahului dengan rangkuman gagasan mengenai konsep MBS terlebih dahulu.
A. Latar Belakang MBS
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada bagian penjelasan pasal 51 ayat 1, “manajemen berbasis sekolah atau madrasah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah atau madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah atau madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan”. Definisi MBS diuraikan lebih rinci sebagai suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk melakukan redesain terhadap pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan pada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, siswa, kepala sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat (Fattah, 2004).
Kembali populernya konsep MBS yang sangat kental dengan semangat desentralisasi ini tentunya cukup erat berkaitan dengan diundangkannya UU No. 25 Tahun 1999 tentang otonomi daerah. Terlebih lagi setelah disahkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan penyempurnaan UU No. 25 Tahun 1999 tentang otonomi daerah menjadi UU No. 32 Tahun 2004, desentralisasi pendidikan tidak hanya dilimpahkan pada pemerintah daerah namun hingga ke tingkat satuan pendidikan.
B. Prinsip-Prinsip MBS
Terdapat empat prinsip MBS yaitu prinsip equifinalitas, prinsip desentralisasi, prinsip pengelolaan mandiri dan prinsip inisiatif manusia yang secara jelas diuraikan sebagai berikut (Cheng, op.cit, hh, 48-58).
1. Prinsip Equifinalitas; Prinsip equifinalitas ini mendorong terjadinya desentralisasi kekuasaan dan mempersilahkan sekolah memiliki mobilitas yang cukup, berkembang dan bekerja menurut strategi uniknya masing-masing untuk mengelola sekolahnya secara efekif.
2. Prinsip Desentralisasi (Decentralization); Tujuan dari prinsip desentralisasi adalah memecahkan masalah secara efisien dan bukan menghindari masalah. Maka MBS harus mampu menemukan permasalahan, memecahkannya tepat waktu dan memberi kontribusi terhadap efektivitas aktivitas belajar mengajar.
3. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Self-Managing System); amat penting dengan mempersilahkan sekolah untuk memiliki sistem pengelolaan mandiri (self-managing system) di bawah kendali kebijakan dan struktur utama, memiliki otonomi untuk mengembangkan tujuan pengajaran dan strategi manajemen, mendistribusikan sumber daya manusia dan sumber daya lain, memecahkan masalah dan meraih tujuan menurut kondisi mereka masing-masing.
4. Prinsip Inisiatif Manusia (Human Initiative); Perspektif sumber daya manusia menekankan pentingnya sumber daya manusia sehingga poin utama manajemen adalah untuk mengembangkan sumber daya manusia di sekolah untuk lebih berperan dan berinisiatif. Maka MBS bertujuan untuk membangun lingkungan yang sesuai dengan para konstituen sekolah untuk berpartisipasi secara luas dan mengembangkan potensi mereka. Peningkatan kualitas pendidikan terutama berasal dari kemajuan proses internal, khususnya dari aspek manusia.
C. Perkembangan MBS
Indikator Sekolah Ber-MBS. Hasil curah pendapat peserta lokakarya MBS –Komite Sekolah, Kepala Sekolah, Guru dan Pengawas, November 2003 di Bandung Jawa Barat:
“(1) Partisipasi masyarakat diwadahi melalui Komite Sekolah, (2) Transfaransi pengelolaan sekolah (program dan anggaran), (3) Program sekolah realistik – need assessment, (4) Pemahaman stakeholder mengenai Visi dan Misi sekolah, (5) Lingkungan fisik sekolah nyaman, terawatt, (6) Iklim sekolah kondusif, (7) Berorientasi mutu, penciptaan budaya mutu, (8) Meningkatnya kinerja profesional kepala sekolah dan guru, (9) Kepemimpinan sekolah berkembang demokratis – policy and decision making, planning and programming, (10) Upaya memenuhi fasilitas pendukung KBM meningkat, (11) Kesejahteraan guru meningkat, (12) Pelayanan berorientasi pada siswa/murid, (13) Budaya konformitas dalam pengelolaan sekolah berkurang”.
BAB I:
Tenaga Pendidik (Guru) dalam Pelaksanaan MBS
Peran Para Guru. Dalam MBS, cita-cita sekolah dan strategi-strategi pengelolaan mendorong partisipasi dan perkembangan dan peran guru adalah sebagai rekan kerja, pengambil keputusan dan pengimplementasi. Mereka bekerja bersama-sama dengan komitmen bersama dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan untuk mempromosikan pengajaran efektif dan mengembangkan sekolah mereka dengan antusiasme. Dalam implementasi MBS guru berdedikasi pada “Pembelajaran Aktif, Kreatif, dan Menyenangkan” yang sebenarnya sudah sangat sejalan dengan prinsip humanisme dalam pendidikan yang memanusiakan manusia, telah diredusir dengan unsur “Efektif” yang menjadi penutup definisi PAKEM secara keseluruhan. Unsur “Efektif” yang merupakan bagian dari tuntutan mutu dalam perspektif ekonomi. Maka dari uraian di atas akan bertujuan:
a. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
b. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
c. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
d. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
BAB II:
Peran Kepala Sekolah dalam MBS
Kepala sekolah dan guru-guru adalah tenaga profesional yang memiliki keahlian khusus dan pengalaman profesional dalam penyelenggaraan sekolah dan pembelajaran. Kapasitas profesional dan proses validasi empirik merupakan esensi otonomi profesional. Tenaga profesional di sekolah adalah orang-orang yang memiliki kewenangan otonomi profesional yang juga mengandung makna kemampuan menterjemahkan kebijakan pemerintah (standar-standar) dan ketentuan lainnya sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak didik dan stakeholder lainnya.
Kepala sekolah dalam implementasi MBS dituntut merefleksikan strategi-strategi manajemen sebagai berikut:
a. Konsep atau asumsi tentang hakikat manusia; MBS dapat menyediakan fleksibilitas lebih dan kesempatan untuk memuaskan kebutuhan-kebuthan guru dan siswa dan memberi peran terhadap talenta-talenta mereka.
b. Konsep organisasi sekolah; Sekolah sebagai organisasi tidak sekedar tempat persiapan anak-anak dimasa mendatang, tetapi juga tempat untuk siswa-siswa atau guru dan admnistrator untuk hidup, tumbuh dan menjalani perkembangan.
c. Gaya pengambilan keputusan; Dalam MBS maka gaya pengambilan keputusan pada tingkat sekolah adalah pembagian kekuasaan (power sharing) atau partisipasi (partisipation).
d. Gaya kepemimpinan; Dalam merespon perubahan ke MBS maka gaya kepemimpinan kepala sekolah berubah dari tingkat rendah ke pememimpinan multi tingkat, berarti tidak hanya kepemimpinan teknis dan manusia melainkan juga kepemimpinan kependidikan, simbolik dan budaya.
e. Pengunaan kekuasaan; MBS dimaksudkan untuk mengembangkan SDM dan mendorong komitten dan inisiatif warga sekolah, maka gaya tradisional dalam penggunaan kekuasaan harus dirubah.
f. Keterampilan-keterampilan manajemen; Ketika mengadopsi MBS maka pekerjaan manajemen internal menjadi lebih kompleks dan berat oleh karena itu diperlukan konsep-konsep baru dalam keterampilan manajemen baru. Misalnya metode-metode ilmiah untuk analisis keputusan, keterampilan mengelola konflik, strategi efektif untuk perubahan dan perkembangan organisasi.
Komite Sekolah
Keberadaan Komite Sekolah alih-alih menjadi tak lebih dari salah satu prasyarat untuk mendapatkan akreditasi. Apalagi tujuannya kalau bukan untuk mengejar kucuran dana hibah dari pemerintah. Ironisnya, hanya sekolah-sekolah unggulan saja yang akan berhasil dalam kompetisi dana hibah ini. Komite Sekolah yang juga merupakan perwujudan dari Peran Serta Masyarakat (PSM) ini sebenarnya sangat sejalan dengan konsep tri pusat yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara.
Jika sekolah masih menganggap keberadaan Komite Sekolah hanya sebagai salah satu prasyarat untuk meraih akreditasi dan tidak memberikan edukasi yang optimal tentang peran strategis yang seharusnya dapat diemban oleh orang tua siswa dalam Komite Sekolah atau malah memagari diri dari Komite Sekolah, maka Permendiknas No. 19 Tahun 2007 tentang standar pengelolaan pendidikan alih-alih menjadi legalitas keberadaan Komite Sekolah semata. Fungsi Komite Sekolah yang seharusnya menjadi mitra sekolah dalam proses penyelenggaraan pendidikan hanya akan menjadi utopia belaka.
Beberapa fakta tentang komite Sekolah:
1. Di sebagian daerah, sosialisasi tentang peran komite Sekolah kepada masyarakat belum efektif
2. Di beberapa sekolah, komite Sekolah hanya berperan sebagai ‘alat kelengkapan sekolah
3. komite Sekolah hanya difungsikan sebagai pengumpul dana untuk membiayai program sekolah
4. Tugas pokok dan fungsi komite Sekolah belum dilaksanakan secara optimal
5. Di beberapa sekolah, komposisi keanggotaan laki-laki dan perempuan dalam organisasi komite Sekolah belum berimbang
Peran Masyarakat dan Pakar Pendidikan
Peran serta masyarakat adalah kontribusi, sumbangan, dan keikutsertaan masyarakat dalam menunjang upaya peningkatan mutu pendidikan. Pada masa sekarang tentunya Anda juga setuju, bahwa perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring pendidikan melibatkan peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim.
Yang termasuk komponen masyarakat ialah orang tua siswa, tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan dunia industri, dan lembaga sosial budaya.. Peran serta mereka dalam pendidikan berkaitan dengan: (1) pengambilan keputusan, (2) pelaksanaan, dan (3) penilaian. Peran serta dalam mengambil keputusan misalnya ketika sekolah mengundang rapat bersama komite sekolah untuk membahas perkembangan sekolah, masyarakat yang dalam hal ini orang tua, anggota komite sekolah, atau wakil dari dunia bisnis dan industri secara bersama-sama memberikan sumbang saran dan berakhir dengan pengambilan keputusan. Berdasarkan keputusan yang telah disepakati, maka keputusan tersebut tentunya akan dilaksanakan dalam menunjang pencapaian mutu pendidikan. Demikian pula dalam perjalanan program, tentunya perlu kontrol dan upaya-upaya untuk memperbaiki. Hal itu merupakan contoh peran serta masyarakat dalam mengevaluasi.
Warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dan sebagainya) didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan (berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pendidikan, maka yang bersangku-tan akan mempunyai “rasa memiliki” terhadap sekolah, sehingga yang bersangkutan juga akan bertanggungjawab dan berdedikasi dalam mencapai tujuan sekolah. Makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula dedikasinya. Pelibatan warga sekolah dalam penyelenggaraan sekolah harus mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan, dan relevansinya dengan tujuan partisipasi. Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan: (a) keterbukaan (transparansi); (b) kerja sama yang kuat; (c) akuntabilitas; dan (d) demokrasi pendidikan.
Kesimpulan
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagaimana telah diuraikan di atas, esensinya adalah peningkatan otonomi sekolah, peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, dan peningkatan fleksibilitas pengelolaan sumberdaya sekolah. Konsep ini membawa konsekuensi bahwa pelaksanaan MBS sudah sepantasnya menerapkan pendekatan ”idiograpik” (membolehkan adanya keberbagaian cara melaksanakan MBS) dan bukan lagi menggunakan pendekatan ”nomotetik” (cara melaksanakan MBS yang cenderung seragam/konformis untuk semua sekolah).
Oleh karena itu, dalam arti sebenarnya, tidak ada satu resep pelaksanaan MBS yang sama untuk diberlakukan ke semua sekolah. Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa mengubah pendekatan manajemen peningkatan mutu berbasis pusat menjadi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah bukanlah merupakan proses sekali jadi dan bagus hasilnya (one-shot and quick-fix), akan tetapi merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dan melibatkan semua pihak yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pendidikan persekolahan.
Hambatan Dalam Penerapan MBS
Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut.
1. Tidak Berminat Untuk Terlibat; Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
2. Tidak Efisien; Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis.
3. Pikiran Kelompok; Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit "pikiran kelompok." Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
4. Memerlukan Pelatihan; Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya.
5. Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru; Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
6. Kesulitan Koordinasi; Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.
Apabila pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal, mereka dapat memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum penerapan MBS. Dua unsur penting adalah pelatihan yang cukup tentang MBS dan klarifikasi peran dan tanggung jawab serta hasil yang diharapkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Selain itu, semua yang terlibat harus memahami apa saja tanggung jawab pengambilan keputusan yang dapat dibagi, oleh siapa, dan pada level mana dalam organisasi.
Kajian mengenai wacana MBS ini hanya membahas sebagian kecil aspek dari berbagai macam buntut permasalahan yang mengekor konsep MBS. Hendaknya kajian-kajian yang selanjutnya akan dilakukan lebih mengeksplorasi secara mendalam dengan penambahan bukti-bukti hasil penelitian lapangan terhadap implementasi MBS.

Rotibul Haddad

﴿ بسم الله الرحمن الحيم ﴾
 اَلْفاَتِحَةُ إِلىٰ حَضْرَةِ الْحَبِيْبِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ. وَإِلىٰ رُوْحِ سَيِّدِناَ الْحَبِيْبِ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْعَطاَسِِ صاَحِبِ الرَّاتِبِ. وَإِلىٰ رُوْحِ الشَّيْخِ عَلِيِ بْنِ عَبْدِ اللهِ باَرَاسِ. وَإِلىٰ رُوْحِ الْحَبِيْبِ مُحَمَّدِ بْنِ مُحْسِنِ اْلعَطاَسِ. وَإِلىٰ رُوْحِ الْحَبِيْبِ صاَلِحِ بْنِ عَبْدِ اللهِ اْلعَطاَسِ وَأُصُوْلِهِمْ وَفُرُوْعِهِمْ أَنَّ اللهَ يَتَغَشّاَهُمْ بِالرَّحْمَةِ وَاْلمَغْفِرَةِ. اَلْفاَتِحَةُ...
 أَعُوْذُ بِاللهِ السَّمِيْعِ اْلعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. 3 مرة.
 لَوْ أَنْزَلْناَ هَذاَ اْلقُرْآنَ عَلىَ جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خاَشِعًا مُتَصَدِّعاً مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَتِلْكَ اْلأَمْثاَلُ نَضْرِبُهاَ لِلنّاَسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ. هُوَ اللهُ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ عاَلِمُ اْلغَيْبِ وَالشَّهاَدَةِ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمِ. هُوَ اللهُ اَّلذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ اْلمَلِكُ اْلقُدُّوْسُ السَّلاَمُ اْلمُؤْمِنُ اْلمُهَيْمِنُ اْلعَزِيْزُ الْجَبّاَرُ اْلمُتَكَبِّرُ. سُبْحاَنَ اللهِ عَمّاَ يُشْرِكُوْنَ. هُوَ اللهُ الْخاَلِقُ اْلباَرِئُ اْلمُصَوِّرُ لَهُ اْلأَسْماَءُ اْلحُسْنىٰ يُسَبِّحُ لَهُ ماَ فِي السَّمَواَتِ وَاْلأَرْضِ وَهُوَ اْلعَزِيْزُ اْلحَكِيْمُ.
 أَعُوْذُ بِاللهِ السَّمِيْعِ اْلعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطاَنِ الرَّجِيْمِ. 3 مرة.
 أَعُوْذُ بِكَلِماَتِ اللهِ التّآمّاَتِ مِنْ شَرِّ ماَ خَلَقَ. 3 مرة.
 بِسْمِ اللهِ اّلَذِى لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْئٌ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي السَّماَءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. 3 مرة.
 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ, وَ لاَ حَوْلاَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ اْلعَلِىِِّ اْلعَظِيْمِ. 10 مرة.
 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. 3 مرة.
 بِسْمِ اللهِ تَحَصَّنّاَ بِاللهِ بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْناَ بِاللهِ. 3 مرة.
 بِسْمِ اللهِ اٰمَنّاَ بِاللهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِ. 3 مرة.
 سُبْحاَنَ اللهِ عَزَّ اللهِ سُبْحَانَ اللهِ جَلَّ اللهِ. 3 مرة.
 سُبْحاَنَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحاَنَ اللهِ اْلعَظِيْمِ. 3 مرة.
 سُبْحاَنَ اللهِ وَالْحَمْدُ للهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ. 4 مرة.
 ياَ لَطِيْفاً بِخَلْقِهِ ياَ عَلِيْماً بِخَلْقِهِ ياَ خَبِيْرًا بِخَلْقِهِ
أُلْطُفْ بِنَا ياَ لَطِيْفُ ياَ عَلِيْمُ ياَ خَبِيْرُ. 3 مرة.
 ياَ لَطِيْفًا لَمْ يَزَلْ أُلْطُفْ بِناَ فِيْمَا نَزَلْ إِنَّكَ لَطِيْفٌ لَمْ تَزَلْ أُلْطُفْ بِناَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ. 3 مرة.
 لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ. 40 مرة.
 لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ عَلىٰ النَّبِيِّ سَلاَمُ اللهِ.
 لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ يُحْيِى اْلقَلْبِ ذِكْرُ اللهِ.
 لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
 حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ اْلوَكِيْلِ. 7 مرة.
 اَللّهُمَّ صَلِّ عَلىٰ مُحَمَّدٍ اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمِ. 10 مرة.
 اَللّهُمَّ صَلِّ عَلىٰ مُحَمَّدٍ ياَ رَبِّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمِ.
 أَسْتَغْفِرُ اللهَ. 11 مرة.
 تَآئِبُوْنَ إِلىَ اللهِ. 3 مرة.
 يَا اللهُ بِهاَ ياَ اللهُ بِهاَ ياَ كَرِيْمُ ياَ اللهُ ياَ اللهُ بِحُسْنِ الْخَاتِمَةِ. 3 مرة.
 ...                                                 •           
 أَفْضَلُ ذِكْرِ فَاعْلَمْ أَنَّهُ:
 لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ. 3 مرة.
 لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ. 5 مرة.
 الله... 25 مرة.
 لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ. 3 مرة.
 صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ وَمَجَّدَ وَعَظَمَ كَلِمَةُ حَقٍّ عَلَيْهَا نَحْيىَ وَعَلَيْهاَ نَمُوْتُ وَعَلَيْهاَ نُبْعَثُ إِنْ شاَءَ اللهُ تَعاَلىٰ مِنَ اْلآمِنِينَ.
 الفاتحة: 1
إِلىٰ رُوْحِ سَيِّدِناَ وَحَبِيْبِناَ وَشَفِيْعِناَ رَسُوْلِ اللهِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَآلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَذُرِّيَتِهِ بِأَنَّ اللهَ يُعْلِى دَرَجَاتِهِمْ فِى الْجَنَّةِ وَيَنْفَعُناَ بِأَسْرَارِهِمْ وَأَنْوَارِهِمْ وَعُلُوْمِهِمْ فِى الدِّيْنِ وَالدُّنْياَ وَاْلآخِرَةِ وَيَجْعَلُناَ مِنْ حِزْبِهِمْ وَيَرْزُقْناَ مَحَبَّتَهُمْ وَيَتَوَفَّناَ عَلىٰ مِلَّتِهِمْ وَيَحْشُرْناَ فِى زُمْرَتِهِمْ. الفاتحة أَثَابَكُمُ الله...
 الفاتحة: 2
إِلىٰ رُوْحِ سَيِّدِنَا اْلفَقِيْهِ اْلمُقَدَّمِ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِىٍّ بَاعَلَوِىِّ وَأُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ وَجَمِيْعِ سَادَاتِناَ آلِ أَبِى عَلَوِىِّ وَذَوِى الْحُقُوْقِ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ أَنَّ اللهَ يَغْفِرْلَهُمْ وَيَرْحَمُهُمْ وَيُعْلِى دَرَجَاتِهِمْ فِى اْلجَنَّةِ وَيَنْفَعُناَ بِأَسْرَارِهِمْ وَأَنْوَارِهِمْ وَعُلُوْمِهِمْ فِى الدِّيْنِ وَ الدُّنْياَ وَاْلآخِرَةِ. الفاتحة أَثَابَكُمُ الله...
 الفاتحة: 3
إِلىٰ رُوْحِ سَيِّدِناَ وَحَبِيْبِناَ وَبَرَكَتِناَ صاَحِبِ الرَّتِبِ قُطْبِ اْلأَنْفَاسِ اْلحَبِيْبِ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ اْلعَطّاَسِ. ثُمَّ إِلىٰ رُوْحِ الشَّيْخِ عَلِىِّ بْنِ عَبْدِ اللهِ باَرَاسِ. ثُمَّ إِلىٰ رُوْحِ اْلحَبِيْبِ مُحَمَّدِ بْنِ مُحْسِنِ اْلعَطَّاسِ. ثُمَّ إِلىٰ رُوْحِ اْلحَبِيْبِ صاَلِحِ بْنِ عَبْدِ اللهِ اْلعَطَّاسِ. وَأُصُوْلِهِمْ وَفُرُوْعِهِمْ وَذَوِى اْلحُقُوقِ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ أَنَّ اللهَ يَغْفِرْلَهُمْ وَيَرْحَمُهُمْ وَيُعْلِى دَرَجَاتِهِمْ فِى اْلجَنَّةِ وَيَنْفَعُناَ بِأَسْرَارِهِمْ وَأَنْوَارِهِمْ وَعُلُوْمِهِمْ وَنَفَحَاتِهِمْ فِى الدِّيْنِ وَالدُّنْياَ وَاْلآخِرَةِ. الفاتحة أَثاَبَكُمُ الله...
 الفاتحة: 4
إِلىٰ أَرْوَاحِ جَمِيْعِ اْلأَوْلِيَاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَاْلأَئِمَّةِ الرَّاشِدِيْنَ. ثُمَّ إِلىٰ أَرْوَاحِ وَالِدِيْنَ وَمَشاَيِخِناَ وَمُعَلِّمِيْنَ وَذَوِى الْحُقُوْقِ عَلَيْناَ أَجْمَعِيْنَ. ثُمَّ إِلىٰ أَرْوَاحِ أَمْوَاتِ اْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ أَنَّ اللهَ يَغْفِرْلَهُمْ وَيَرْحَمُهُمْ وَيُعْلِى دَرَجَاتِهِمْ فِى اْلجَنَّةِ وَيَنْفَعُناَ بِأَسْرَارِهِمْ وَأَنْوَارِهِمْ وَعُلُوْمِهِمْ وَنَفَحَاتِهِمْ فِى الدِّيْنِ وَالدُّنْياَ وَاْلآخِرَةِ. الفاتحة أَثاَبَكُمُ الله...
 الفاتحة: 5
بِاْلقَبُوْلِ وَتَمَامِ كُلِّ سُوْلٍ وَمَأْمُوْلٍ وَصَلاَحِ الشَّأْنِ ظاَهِرًا وَباَطِنًا فِى الدِّيْنِ وَالدُّنْياَ وَاْلآخِرَةِ. دَافِعَةً لِكُلِّ شَرٍّ جَالِبَةً لِكُلِّ خَيْرٍلَناَ وَلأَِحْبَابِنَا وَلِوَالِدِيْنَ وَمَشَايِخِنَا فِى الدِّيْنِ مَعَ اللُّطْفِ وَاْلعَافِيَةِ وَعَلىٰ نِيِّةِ أَنَّ اللهَ يُنَوِّرُ قُلُوْبِناَ وَقَوَالِبَناَ مَعَ التُّقىٰ وَاْلهُدٰى وَاْلعَفاَفَ وَاْلمَوْتُ عَلىٰ دِيْنِ اْلإِسْلاَمِ وَاْلإِيْمَانِ بِلاَ مِحْنَةٍ وَلاَ إِمْتِحَانٍ بِحَقِّ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْناَنِ وَلِكُلِّ نِيَّةٍ صَالِحَةٍ وَإِلىٰ حَضْرَةِ الْحَبِيْبِ مُحَمَّدٍ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ وَالاَهُ. الفاتحة أَثاَبَكُمُ الله...


 دعاء :
﴿ بسم الله الرحمن الرحيم ﴾
اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ. حَمْدًا يُوَافِى نِعَمَهُ وَيُكَافِىءُ مَزِيْدَهُ يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ اْلمُلْكُ وَلَكَ الشُّكْرُ كَمَا يَنْبَغِى لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ سُبْحَانَكَ لاَ نُحْصِى ثَناَءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلىٰ نَفْسِكَ فَلَكَ الْحَمْدُ حَتىَّ تَرْضىٰ وَلَكَ الْحَمْدُ إِذاَ رَضِيْتَ وَلَكَ الْحَمْدُ بَعْدَ الرِّضىٰ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىٰ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ فِى اْلأَوَّلِيْنَ وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلىٰ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ فِى اْلآخِرِيْنَ وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلىٰ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ فِى كُلِّ وَقْتٍ وَحِيْنٍ وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلىٰ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ فِى اْلمَلإَِ اْلأَعْلىٰ إِلىٰ يَوْمِ الدِّيْنِ وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلىٰ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ حَتَّى تَرِثَ اْلأَرْضَ وَمَنْ عَلَيْهاَ وَأَنْتَ خَيْرُ اْلوَارِثِيْنَ. اَللّهُمَّ إِنّاَ نَسْتَحْفِظُكَ وَنَسْتَوْدِعُكَ أَدْياَنَناَ وَأَبْدَانَناَ وَأَنْفُسَناَ وَأَمْواَلَناَ وَأَهْلَناَ وَكُلَّ شَيْئٍ أَعْطَيْتَناَ. اَللّهُمَّ اجْعَلْناَ وَإِيّاَهُمْ فِى كَنَفِكَ وَأَماَنِكَ وَعِياَذِكَ وَجِواَرِكَ مِنْ كُلِّ شَيْطاَنٍ مَرِيْدٍ وَجَبّاَرٍ عَنِيْدٍ وَذِى عَيْنٍ وَذِى بَغْىٍ وَمِنْ شَرِّ كُلِّ ذِى شَرٍّ إِنَّكَ عَلىٰ كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ. اَللّهُمَّ حِطْناَ بِالتَّقْوٰى وَاْلإِسْتِقاَمَةِ وَأَعِذْناَ مِنْ مُوْجِباَتِ النَّدَامَةِ فِى الْحاَلِ وَاْلماَلِ وَاْلمَآلِ إِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَآءِ. وَصَلِّ اَللّهُمَّ بِجَماَلِكَ وَجَلاَلِكَ عَلىٰ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَارْزُقْناَ كَماَلَ اْلمُتاَبَعَةِ لَهُ ظاَهِرًا وَباَطِنًا ياَ أَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ (3 مرة) بِفَضْلِ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ اْلعِزَّةِ عَمّاَ يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمٌ عَلىٰ اْلمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعاَلمَِيْنَ. أمين ...
اَلْحَمْدُ لِلْغَفُوْرِ لِلْعَبْدِ ذِى اْلغُرُوْرِ
وَاْلفَرْطِ فِى اْلأُمُوْرِ وَحَمَاقَةِ الْحُبُوْرِ
وَصَلاَةُ اللهِ دَوَامَا وَسَلاَمُهُ تَمَامَا
عَلىٰ مَنْ يَجِى إِمَامَا وَلِأَنْبِيَا خِتَامَا
وَعَلىٰٰ اْلأَلِ اْلكِرَامِ وَالصَّحْبِ كَالنُّجُوْمِ
فِى قُدْوَةِ اْلمَرَامِ لِلْعُرْبِ وَاْلأَعْجَامِ
يَا رَبَّناَ اعْتَرَفْنَا بِأَنَّناَ اقْتَرَفْناَ
وَإِنَّناَ أَسْرَفْناَ عَلىٰ لَظىٰ أَسْرَفْناَ
فَتُبْ عَلَيْناَ تَوْبَه تَغْسِلُ كُلَّ حَوْبَه
وَاسْتُرْلَناَ اْلعَوْرَاتِ وَأَمِيْنِ الرَّوْعَاتِ
وَاغْفِرْلِوَالِدِيْنَ رَبِّ وَمَوْلُدِيْنَا
وَاْلأَهْلِ وَاْلإِخْوَانِ وَسَآئِرِ الْخِلاَنِ
وَكُلِّ ذِى مَحَبَّه أَوْجِيْرَةٍ أَوْصُحْبَه
وَاْلمُسْلِمِيْنَ أَجْمَعْ أَمِيْنَ رَبِّيَ اسْمَعْ
فَضْلاً وَجُوْدًا مَنّاَ لاَبِاكْتِسَابِ مِنّاَ
بِاْلمُصْطَفىٰ الرَّسُوْلِ نَحْظىٰ بِكُلِّ سُوْلِ
صَلىَّ وَسَلَّمْ رَبِّى عَلَيْهِ عَدَّ الْحَبِّ
وآلِهِ وَالصَّحْبِ عِدَادَ طَشِّ السُّحْبِ
وَاْلحَمْدُ لِلإِْلهَىِ فِى اْلبَدْءِ وَالتَّناَهِى
﴿ بسم الله الرحمن الر الحيم ﴾
إِنَّ الَّذِيْنَ يُبَايِعُوْ نَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُوْنَ اللهَ يَدُ اللهِ فَوْقَ أَيْدِيْهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلىَ نَفْسِهِ وَمَنْ اَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللهُ فَسَيُوْتِيْهِ أَجْرًا عَظِيْمًا.
بسم الله الرحمن الر الحيم
* إِلىَ حَضْرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَافَّةِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَالْمَلاَئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ اَبِيْنَا اَدَمَ وَأُمِّيْنَا حَوَى وَمَا تَنَاسَلَ بِهِمَا شَيْئٌ للهِ لَهُمْ. اَلْفَاتِحَةُ...
* ثُمَّ إِلَى حَضْرَةِ مِنْ جَمِيْعِ اْلأَنْبِيَاءِ وَاْلمُرْسَلِيْنَ خُصُوْصًا أَبِيْنَا أَدَمَ وَأُمِّيْنَا حَوَى وَنَبِيِّ اللهِ نُوْحٍ وَنَبِيِّ اللهِ إِبْرَاهِيْمَ وَنَبِيِّ اللهِ مُوْسَى وَنَبِيِّ اللهِ عِيْسَى عَلَيْهِمُ الصَّلاَ ةُ وَالسَّلاَمُ شَيْئٌ للهِ لَهُمْ. اَلْفَاتِحَةُ...
* ثُمَّ إِلىَ حَضْرَةِ جَمِيْعِ الْمَلاَئِكَةِ الْرُّوْحَانِيِّيْنَ وَالْكَرُوْبِيِّيْنَ وَالْمُقَرَّبِيْنَ خُصُوْصًا سَيْدِنَا جِبْرَائِلَ وَمِيْكَائِيْلَ وَإِسْرَافِيْلَ وَعَزْرَائِلَ وَمُنْكَرٍ وَنَكِيْرٍ وَرَقِيْبٍ وَعَتِيْدٍ وَمَالِكٍ وَرِضْوَانٍ شَيْئٌ للهِ لَهُمْ. اَلْفَاتِحَةُ...
* ثُمَّ إِلَى حَضْرَةِ جَمِيْعِ الصَّاحَابَةِ وَقَرَابَةِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ وَجَمِيْعِ الشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ خُصُوْصًا سَيْدِناَ أَبِى بَكْرِ الصِّدِيْقِ وَسَيْدِناَ عُمَرَابْنِ الْخَطّاَبِ وَسَيْدِناَ عُثْمَانَ ابْنِ عَفّاَنْ وَسَيْدِناَ عَلِى ابْنِ أَبِى طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمْ وَكَرَّمَ وُجُوْهَهُمْ شَيْئٌ للهِ لَهُمْ. اَلْفَاتِحَةُ...
* ثُمَّ إِلَى حَضْرَةِ مِنْ جَمِيِْع التّاَبِعِيْنَ وَتاَبِعِ التّاَبِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَإِلَى أَرْوَاحِ اْلاَئِمَّةِ الْمُجْتَهِدِيْنَ وَمُقَلِّدِيْهِمْ فِي الدِّيْنِ وَإِلَى أَرْوَاحِ اْلعُلَمَاءِ اْلمُتَقَدِّمِيْنَ وَاْلمُتَؤَخِّرِيْنَ وَالْقُرَاءِ اْلمُخْلِصِيْنَ وَاْلأَئِمَّةِ اْلمُفَسِّرِيْنَ وَالْمُحَدِّثِيْنَ وَأَرْوَاحِ سَادَتِنَا الصُّوْفِيَّةِ الْمُحَقِّقِيْنَ وَاْلعاَرِفِيْنَ وَأَرْوَاحِ كُلِّ وَلِيٍّ وَوَلِيَّةٍ مِنْ مَشَارِقِ اْلأَرْضِ إِلىَ مَغَارِبِهَا رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ شَيْئٌ للهِ لَهُمْ. اَلْفَاتِحَةُ...
* ثُمَّ إِلَى حَضْرَةِ مَشَايِخِ اْلقَادِرِيَّةِ وَمَشَايِخِ اْلنَقْسَبَنْدِيَّةِ خُصُوْصًا سَيِّدِناَ وَمَوْلَناَ سُلْطَانِ اْلاَوْلِيَآءِ قُطْبِ الرَّبّاَنِي غَوْثِ الصَّمَدَانِى مَحْبُوْبِ السُّبْحَانِى سَيِّدِناَ الشَّيْخ مُحْيِ الدِّيْنَ عَبْدِ اْلقَادِرِ الْجَيْلاَنِى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَقَدَّسَ سِرَّهُ وَسَيِّدِى الشَّيْخ مُحَمَّدْ بَهَاءُ الدِّيْن اَلنَّقْسَبَنْدِىِّ وَسَيِّدِى الشَّيْخ سِرِّى السِّقْطِى وَسَيِّدِى الشَّيْخ مَعْرُوْفِ الْكُرْخِى وَسَيِّدِى الشَّيْخ حَبِيْبُ اْلعَجَمِى وَسَيِّدِى الشَّيْخ حَسَنْ اَلْبَصَرِى وَسَيِّدِى الشَّيْخ جَعْفَرِ الصَّادِقِ وَسَيِّدِى الشَّيْخِ اْلإِمَامِ أَحْمَدْ اَلرَّباَنِ وَسَيِّدِى الشَّيْخِ اْلإِماَمِ أَحْمَدْ حَوَاجِكَانْ وَأُصُوْلِهِمْ وَفُرُوْعِهِمْ وَأَهْلْ سِلْسِلَتِهِمْ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمْ وَقَدَّسَ أَسْرَارَهُمْ شَيْئٌ للهِ لَهُمْ. اَلْفَاتِحَةُ...
* ثُمَّ إِلى حَضْرَةِ وَلِى سَعاَ أَنُوْدِي فُوْلَوْ جَاوَى بِبَرَكَاتِ كَرَمَاتِهِمْ شَيْئٌ للهِ لَهُمْ. َاْلَفَاتِحَةُ...
* ثُمَّ إِلَى حَضْرَةِ الشَّيْخ زَيْنَ الْعَابِدِيْنَ بِبَرَكَةِ كَرَمَاتِهِ. اَلْفَاتِحَةُ...
* ثُمَّ إِلَى أَرْوَاحِ مَشَايِخِناَ وَمَشَايِخِ مَشَايِخِناَ خُصُوْصًا شَيْخِناَ مَمَا حَسَنْ مَرْفُوعْ بِنْ حَسَنْ مَرْفُوعْ وَشَيْخِناَ اَلْحَاجِ عَبْدُ اللهِ مُحْيِ الدِّيْنَ بْنِ اْلحَاجِ مُحْيِ الدِّيْنَ وَإِلَى أَرْوَاحِ أَبَآئِهِ وَأُمَّهَاتِهِ وَإِلَى رُوْحِ أَباَئِناَ وَأُمَّهَاتِناَ وَإِلَى رُوْحِ مَمَا أَجعاَنْ جَزُوْلِى بِنْ أَحْمَدْ شَرْبِيْنِى وَأُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ وَإِلَى أَرْوَاحِ أَمْوَاتِناَ وَمَنْ أَحْسَنَ إِلَيْناَ وَمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْناَ وَمَنْ أَوْصَاناَ وَقَلَّدَناَ عِنْدَ اللهِ بِدُعَاءِ الْخَيْرِغَفَرَ اللهُ لَهُمْ وَرَحِمَهُمْ وَرَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ. اَلْفَاتِحَةُ...
وَإِلَى رُوْحِ سبوة اندوع بفاء َاْلفَاتِحَةُ...
* ثُمَّ إِلَى أَرْوَاحِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِناَتِ أَلْأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ مِنْ مَشَارِقِ اْلأَرْضِ إِلَى مَغاَرِبِهاَ وَمِنْ جَنُوْبِهاَ إِلَى شِمَالِهاَ مِنْ لَدُنْ أَدَمَ إِلَى يَوْمِ اْلقِيَامَةِ شَيْئٌ للهِ لَهُمْ. اَلْفَاتِحَةُ...
* ثُمَّ إِلَى حَضْرَةِ صَاحِبِ اْلإِجاَزَةِ اَلْحَاجِ أَحْمَدْ سِرَاجُ الدِّينْ بِنْ كِياَئِ أَحْمَدْ جَزُوْلِى غَفَرَاللهُ ذُنُوْبِهِمْ شَيْئٌ للهِ لَهُمْ. اَلْفَاتِحَةً...
* لِدَفْعِ اْلبَلاَءِ وَاْلفِتْنَةِ النّاَزِلَةِ فِي هَذَا الزَّماَنِ. اَلْفَاتِحَةُ...
* عَلَى هَذِهِ النِّيَةِ سبوة مقصود اَلْفَاتِحَةُ...
* أَسْتَغْفِرُاللهَ اْلعَظِيْمَ... x3/33
* أَيَةْ كُرْسِى... x3/7 /170 /313
* أَللّهُمَّ صَلِ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ كَماَ صَلَيْتَ عَلَى سَيْدِناَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ إِبْرَاهِيْمَ وَباَرِكْ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ كَماَ باَرَكْتَ عَلَى سَيِّدِناَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ إِبْرَاهِيْمَ قِي اْلعاَلمَِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد. x11/ 41/ 4444
* أَللّهُمَّ صَلِّ صَلاَةً كاَمِلَةً وَسَلِّمْ سَلاَماً تاَماً عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ الَّذِى تَنْحَلُ بِهِ اْلعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ اْلكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُناَلُ بِهِ الرَّغاَئِبُ وَحُسْنُ اْلخَواَتِمِ وَيُسْتَسْقَ اْلغَماَمُ بِوَجْهِهِ اْلَكَرِيْمِ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ فِي كُلِّى لمَْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمِ لَكَ. x11/ 41/ 100/4444
* يَا اللهُ… x100 / 1000
* ياَ كاَفِى ياَ غَنِى ياَ فَتّاَحُ ياَ رَزّاَقُ. x11 /33/100
أُرْزُقْناَ فَإِنَّكَ خَيْرُ الرّاَزِقِيْنَ. وَانْصُرْناَ فَإِنَّكَ خَيْرُالنّاَصِرِيْنَ. وَافْتَحْ لَناَ فَإِنَّكَ خَيْرُ اْلفَاتِحِيْنَ. وَاهْدِناَ وَنَجِّناَ مِنَ اْلقَوْمِ الظَالِمِيْنَ.
* ياَ اللهُ خَالِقُ اْلأَكْبَرُ ياَ اللهُ رَازِقُ اْلأََكْبَرُ ياَ اللهُ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ. x11/33
* ياَ اللهُ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ. إِغْفِرْلَناَ فَإِنَّكَ خَيْرُ اْلغاَفِرِيْنَ. وَارْحَمْناَ فَإِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَانْصُرْناَ فَإِنَّكَ خَيْرُ النّاَصِرِيْنَ وَاهْدِناَ وَنَجِّناَ مِنَ اْلقَوْمِ اْلمُشْرِكِيْنَ.
* سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ للهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ. x 11/33/100
* اَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَك... x3/11/41
* قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ... x11
* لاَ إله إلاالله. x165
* لاَاِلَهَ اِلاَّاَللهُ الرّاَزِقُ فِي طَلَبِ الرِّزْقِ
* لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ العَالِمُ فِي طَلَبِ اْلعِلْمِ
* لااله لاالله اْلمُعِزُّ فِي طَلَبِ اْلعِزَّةِ
* لااله الاالله اْلمُضِلُّ فِي طَلَبِ الضَّلاَلِ
* لااله الا الله اْلمُنْتَقِمُ فِي طَلَبِ اْلإِنْتِقاَمِ
* لااله الا الله لاَمَقْصُوْدَ إِلاَّ الله
* لااله الا الله وَلاَمَحْبُوْبَ إِلأَ الله
* لااله الا الله وَلاَمَطْلُوْبَ إِلأَ الله
* لااله الا الله وَلاَ مَوْجُوْدَ إِلأَ الله
* لااله الا الله وَلاَمَرَادَ إِلاَّ الله
* لااله الا الله وَلاَ غَنِيَ إِلأَ الله
* لااله الا الله وَلاَ فاَعِلَ إِلأَ الله
* لااله الاالله وَلاَ يَعْرِفَ إِلأَ الله
* لااله الاالله وَلاَ حَياَةَ إِلأَ الله
* لااله الاالله وَلاَ نَظِيْرَ إِلأَ الله
* اللهم يا قاَضِيَ الْحَاجَاتِ. x11
* اللهم يا كاَفِيَ اْلمُهِمّاَتِ. x11
* اللهم يا راَفِعَ الدَّرَجاَتِ. x 11
* اللهم يا داَفِعَ اْلبَلِيَّاتِ. x11
* اللهم يا مُحِلَّ اْلمُشْكِلاَتِ. x11
* اللهم يا مُجِيْبَ الدَّعَوَاتِ. x11
* اللهم يا شاَفِيَ اْلأَمْراَضِ. x11
* اللهم ياَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ . x11
* اللهم يا انت مَقْصُوْدِى وَرِضاَكَ مَطْلُوْبِى أَعْطِنِى مَحَبَّتَكَ
وَمَعْرِفَتَكَ. x11
* حَسْبُناَ اللهُ وَنِعْمَ اْلوَكِيْلُ. x 11
* نِعْمَ اْلمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ. x 11
* لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلأَ بِاللهِ اْلعَلِيِ اْلعَظِيْمِ. x11
* ياَ لَطِيْفُ. x129/1000
* الله لَطِيْفٌ بِعِباَدِهِ يَرْزُقُ مَنْ يَشَآءُ وَهُوَ اْلقَوِيُّ اْلعَزِيْزُ. x7 /11
* أَللّهُمَّ صَلِّ صَلاَةً كاَمِلَةً وَسَلِّمْ سَلاَماً تاَماً عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ الَّذِى تُنْجِيْناَ بِهاَ مِنْ جَمِيْعِ اْلأَهْوَالِ وَاْلأَفَاتِ وَتَقْضِى لَناَ بِهاَ جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُناَ بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئاَتِ وَتَرْفَعُناَ بِهاَ عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجاَتِ وَتُبَلِّغُناَ بِهاَ أَقْصَى اْلغاَياَتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِي الْحَياَتِ وَبَعْدَ اْلمَماَتِ وَعَلَى أَلِهِ بِعَدَدِ ماَ فِي عِلْمِكَ.
* أَللّهُمَّ ياَ لَطِيْفُ x) 3( ياَ مَنْ وَسِعَ لُطْفُهُ أَهْلَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ نَسْأَلُكَ بِخَفِيِّ لُطْفِكَ الْخَفِيِّ إِنَّكَ قُلْتَ وَقَوْلُكَ الْحَقُّ. اللهُ لَطِيْفٌ بِعِباَدِهِ يَرْزُقُ مَنْ يَشَآءُ وَهُوَ الْقَوِيُّ الْعَزِيْزَ.
* أَللّهُمَّ إِنّاَ نَسْأَلُكَ ياَقَوِيُّ ياَعَزِيْزُ ياَمُعِيْنُ بِقُوَّتِكَ وَعِزَّتِكَ ياَمَتِيْنُ أَنْ تَكُوْنَ لَناَ عَوْناً وَمُعِيْناً فِي جَمِيْعِ أَقْواَلِناَ وَأَفْعاَلِناَ وَجَمِيْعِ ماَ نَحْنُ فِيْهِ مِنْ فِعْلِ الْخَيْراَتِ وَأَنْ تَدْفَعَ عَنّاَ كُلَّ شَرٍّ وَنِقْمَةٍ وَمِحْنَةٍ قَدِ اسْتَخْفَيْناَهاَ مِنْ غَفْلَتِناَ وَذُنُوْبِناَ فَإِنَّكَ قُلْتَ وَقَوْلُكَ الْحَقُّ وَيَعْفُوْ عَنْ كَثِيْرٍ.
* أَللّهُمَّ بِحَقِّ مَنْ لَطَفْتَ بِهِ وَوَجَّهْتَهُ عِنْدَكَ وَجَعَلْتَ اللُّطْفَ الْخَفِيَّ تاَبِعاً حَيْثُ تَوَجَّهَ نَسْأَلُكَ أَنْ تُوَجِّهَناَ عِنْدَكَ وَأَنْ تُخْفِيَناَ بِخَفِيِّ لُطْفِكَ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ.
* أَللّهُمَّ اجْعَلْ صَلَواَتِكَ وَبَرَكاَتِكَ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ إِماَمِ الْمُتَّقِيْنَ وَخاَتَمِ النَّبِيِّيْنَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ إِماَمِ الْخَيْرِ وَقاَئِدِ الْخَيْرِ وَرَسُوْلِ الرَّحْمَةِ.
* أَللّهُمَّ ابْعَثْهُ مَقاَماً مَحْمُوْدًا اَلَّذِى يَغْبِظُهُ فِيْهِ اْلأَوَّلُوْنَ وَاْلأَخِرُوْنَ.
* أَللّهُمَّ اعْطِهِ اْلمَقْعَدَ الْمُقَرَّبَ عِنْدَكَ يَوْمَ اْلقِياَمَةِ. ياَ اللهُ ياَ رَحْمَنَ الدُّنْياَ وَاْلأَخِرَةِ ياَ رَحِيْمَهُماَ. أَسْأَلُكَ الرَّحْمَةَ وَمَنْ يَتَّقِّ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتََّوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللهَ باَلِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللهُ لِكُلِّ شَيْئٍ قَدْرًا. ياَ اللهُ ياَمُسَبِّبَ اْلأَسْباَبِ سَبِبْ ياَ فاَتِحَ اْلأَبْواَبِ ياَ سَمِيْعَ اْلأَصْواَتِ ياَ مُجِيْبَ الدَّعَواَتِ ياَ قاَضِيَ الْحاَجاَتِ بِرَحْمَتِكَ ياَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
* أَللّهُمَّ أَنْتَ مَقْصُوْدِى وَ رِضاَكَ مَطْلُوْبِى أَعْطِنِى مَحَبَّتَكَ وَمَعْرِفَتَكَ (x3) وَصَلَّى اللهَ عَلَى خَيْرِ خَلْقِهِ وَنُوْرِعَرْشِهِ سَيِّدِناَ وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعاَلَمِيْنَ.
ألفتحة
م

Kamis, 12 November 2009

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI
A. pendidikan dalam pembangunan ekonomi
1. Pendidikan sebagai Investasi
Pendidikan dalam pandangan tradisional selama sekian dekade dipahami sebagai bentuk pelayanan sosial yang harus diberikan kepada masyarakat, dalam konteks ini pelayanan pendidikan sebagai bagian dari public service atau jasa layanan umum dari negara kepada masyarakat yang tidak memberikan dampak langsung bagi perekonomian masyarakat, sehingga pembangunan pendidikan tidak menarik untuk menjadi tema perhatian, kedudukannya tidak mendapat perhatian menarik dalam gerak langkah pembangunan.
Konsep pendidikan sebagai sebuah investasi (education as investement) telah berkambang secara pesat dan semakin diyakini oleh setiap negara bahwa pembangunan sektor pendidikan merupakan prasyarat kunci bagi pertumbuhan sektor-sektor pembangunan lainnya. Konsep tentang investasi sumber daya manusia (human capital investment) yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi (economic growth), sebenarnya telah mulai dipikirkan sejak jaman Adam Smith (1776), Heinrich Von Thunen (1875) dan para teoritisi klasik lainya sebelum abad ke 19 yang menekankan pentingnya investasi keterampilan manusia.
Pemikiran ilmiah ini baru mengambil tonggal penting pada tahun 1960-an ketika pidato Theodore Schultz pada tahun 1960 yang berjudul “Investement in human capital” dihadapan The American Economic Association merupakan eletak dasar teori human capital modern. Pesan utama dari pidato tersebut sederhana bahwa proses perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata-mata, akan tetapi juga merupakan suatu investasi. Schultz (1960) kemudian memperhatikan bahwa pembangunan sektor pendidikan dengan manusia sebagai fokus intinya telah memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara, melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dari tenaga kerja. Penemuan dan cara pandang ini telah mendorong ketertarikan sejumlah ahli untuk meneliti mengenai nilai ekonomi dari pendidikan.
Alasan utama dari perubahan pandangan ini adalah adanya pertumbuhan minat dan interest selama tahun 1960-an mengenai nilai ekonomi dari pendidikan. Pada tahun 1962, Bowman, mengenalkan suatu konsep “revolusi investasi manusia di dalam pemikiran ekonomis”. Para peneliti lainnya seperti Becker (1993) dan yang lainnya turut melakukan pengujian terhadap teori human capital ini.
Bahwa pendidikan bukan saja akan melahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, memiliki pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, tetapi juga dapat menumbuhkan iklim bisnis yang sehat dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi. Karena itu, investasi di bidang pendidikan tidak saja berfaedah bagi perorangan, tetapi juga bagi komunitas bisnis dan masyarakat umum. Pencapaian pendidikan pada semua level niscaya akan meningkatkan pendapatan dan produktivitas masyarakat. Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan dan pencapaian kesejahteraan sosial dan ekonomi. Sedangkan kegagalan membangun pendidikan akan melahirkan berbagai problem krusial: pengangguran, kriminalitas,
penyalahgunaan narkoba, dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik bagi pemerintah.
Perkembangan tersebut telah mempengaruhi pola pemikiran berbagai pihak, termasuk pemerintah, perencana, lembaga-lembaga internasional, para peneliti dan pemikir modern lainnya, serta para pelaksana dalam pembangunan sektor pendidikan dan pengembangan SDM. Di negara-negara maju, pendidikan selain sebagai aspek konsumtif juga diyakini sebagai investasi modal manusia (human capital investement) dan menjadi “leading sektor” atau salah satu sektor utama. Oleh karena perhatian pemerintahnya terhadap pembangunan sektor ini sungguh-sungguh, misalnya komitment politik anggaran sektor pendidikan tidak kalah dengan sektor lainnya, sehingga keberhasilan investasi pendidikan berkorelasi dengan kemajuan pembangunan makronya.
Pada tahun 1970-an, penelitian-penelitian mengenai hubungan antara pendidikan dan oertumbuhan ekonomi sempat mandeg karena timbulnya kesangsian mengenai peranan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi di beberapa negara, khususnya di Amerika Serikat dan negara berkembang yang menerima bantuan dari Bank Dunia pada waktu itu. Kesangsian ini timbul, antara lain karena kritik para sosiolog pendidikan diantaranya Gary Besker (1964, 1975,1993) mengatakan bahwa teori human capital ini lebih menekankan dimensi material manusia sehingga kurang memperhitungkan manusia dari dimensi sosio budaya.
Kritik Becker ini justru membuka perspektif dari keyakinan filosofis baha pendidikan tidak pula semata-mata dihitung sebagai investasi ekonomis tetapi lebih dari itu dimensi sosial, budaya yang berorientasi pada dimensi kemanusiaan merupakan hal yang lebih penting dari sekedar investasi ekonomi. Karena pendidikan harus dilakukan oleh sebab terkait dengan kemanusiaan itu sendiri (human dignity).
Beberapa penelitian neoklasik lain, telah dapat meyakinkan kembali secara ilmiah akan pentingnya manusia yang terdidik menunjang pertumbuhan ekonomi secara langsung bahwa seluruh sektor pembangunan makro lainnya. Atas dasar keyakinan ilmiah itulah akhirnya Bank Dunia kembali merealisasikan program bantuan internasionalnya di berbagai negara. Kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan ini menjadi semakin kuat setelah memperhitungkan efek interaksi antara pendidikan dan investasi fisik lainnya.
Artinya, investasi modal fisik akan berlipat ghanda nilai tambahnya di kemudian hari jika pada saat yang sama dilakukan juga investasi SDM, yang secara langsung akan menjadi pelaku dan pengguna dalam investasi fisik tersebut.
Sekarang diakui bahwa pengembangan SDM suatu negara adalah unsur pokok bagi kemakmuran dan pertumbuhan dan untuk penggunaan yang efektif atas sumber daya modal fisiknya. Investasi dalam bentuk modal manusia adalah suatu komponen integral dari semua upaya pembangyunan. Pendidikan harus meliputi suatu spektrum yang luas dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.
2. Nilai Balikan Pendidikan
Pengembangan SDM melalui pendidikan menyokong secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, dan karenanya pengeluaran untuk pendidikan harus dipandang sebagai investasi yang produktif dan tidak semata-mata dilihat sebagai sesuatu yang konsumtif tanpa manfaat balikan yang jelas (rate of return). Sejumlah hubungan telah diuji dalam rangka kesimpulan tersebut. Misalnya studi Bank Dunia mengenai 83 negara sedang berkembang menunjukan bahwa di 10 negara yang mempunyai tingkat pertumbuhan riil tertinggi dari GNP perkapita antara tahun 1960 dan 1977, adalah negara yang tingkat melek hurup pada tahun 1960 rata-rata 16 persen lebih tinggi daripada nehara-negara lain. Juga telah digambarkan bahwa investasi dalam bidang pendidikan mempunyai pengaruh langsung terhadap produktivitas individu dan penghasilannya. Kebanyakan bukti berasal dari pertanian. Kajian antara poetani yang berpendidikan dan yang tidak berpendidikan di negara-negara berpendapa tan rendah menunjukan, ketika masukan-masukan seperti pupuk dan bibit unggul tersedia untuk teknik-teknik usaha tani yang lebih baik, hasil tahunan seorang petani yang tidak berpendidikan. Meskipun masukan ini kurang, penghasilan para petani yang berpendidikan tetap lebih tinggi 8 persen, (World Bank, World Development Report, 1980).
Sebuah studi lain oleh dilakukan untuk Bank Dunia dan disajikan dalam World Development Report 1980 menguji perkiraan tingkat pengembalian ekonomi (rate of return) terhadap investasi dalam bidang pendidikan di 44 negara sedang berkembang. Disimpulkan bahwa nilai manfaat balikan semua tingkat pendidikan berada jauh diatas 10 persen.
Permasalahan Pendidikan di Indonesia
Menurut Prof Dr Dodi Nandika (2005), Sekretaris Jendral Depdiknas, pada ceramahnya di depan Mahasiswa Pasca UPI Prodi Administrasi Pendidikan, mengemukakan bahwa masalah dan tantangan yang dihadapi dibidang pendidikan di Indonesia antara lain :
1. Tingkat pendidikan masyarakat relatif rendah
2. Dinamika perubahan struktur penduduk belum sepenuhnya terakomodasi dalam pembangunan pendidikan
3. Kesenjangan tingkat pendidikan
4. Good Governance yang belum berjalan secara optimal
5. Fasilitas pelayanan pendidikan yang belum memadai dan merata
6. Kualitas pendidikan relatif rendah dan belum mampu memenuhi kompetensi peserta didik
7. Pendidikan tinggi masih menghadapi kendala dalam mengembangkan dan menciptakan IPTEK
8. Manajemen pendidikan belum berjalan secara efektif dan efisien
9. Anggaran pembangunan pendidikan belum tersedia secara memadai.
Permasalahan tersebut diatas merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh negara berkembang termasuk Indonesia. Peranan pendidikan bila dikaji secara ekonomi, maka akan memberikan kontribusi terhadap peranan pemerintah dan masyarakat terhadap dampak yang akand ialami negara Indonesia dalam jangka panjang kedepan dengan kebijakan pembangunan pendidikan sebagai dasar pembangunan negara.
Dalam Renstra Depdiknas tahun 2005-2009, peningkatan peran pendidikan ditekankan pada upaya : 1. Perluasan dan Pemerataan Pendidikan 2. Mutu dan Relevansi Pendidikan dan 3. Governance dan Akuntabilitas. Ketiga program tersebut merupakan upaya untuk pembangunan pendidikan secara merata untuk seluruh wilayah Indonesia, sehingga ketinggalan dibindang peningkatan mutu SDM bisa ditingkatkan sehingga tidak tertinggal dengan kemajuan diantara negara-negara Asia Pasifik.
Nilai Ekonomi Pendidikan
Menurut Ari A. Pradana (2005) mengutip pendapat Profesor Joseph Stiglitz, di Jakarta “Sediakan pendidikan sebisa mungkin dan bisa diraih dengan mudah oleh semua warga”, kata peraih Nobel Ekonomi, seperti muat pada harian Kompas (15/12/2004). Pertanyaan ini dilontarkan Stiglitz ketika menanggapi pertanyaan soal kebijakan ekonomi seperti apa yang diperlukan Indonesia. Ia juga mengomentari bahwa soal pendidikan ini adalah salah satu blunder kebijakan neoliberal yang dianut Indonesia.
Peranan pendidikan bahasa teknisnya modal manusia (human capital) dalam pertumbuhan ekonomi memang belum terlalu lama masuk dalam literatur teori pertumbuhan ekonomi. Dikemukakan oleh Ari A. Pradana menegaskan pendapat dari Lucas (1990) serta Mankiw, Romer, dan Weil (1992) yang merevisi teori pertumbuhan neoklasik dari Solow (1956) yang legendaris itu.
Dalam studi-studinya, mereka menunjukkan bahwa teori Solow yang standar hanya mampu menjelaskan bagaimana perekonomian sebuah negara bisa tumbuh, tetapi tidak cukup mampu menjelaskan kesenjangan tingkat pendapatan per kapita antar negara di dunia. Baru ketika variabel modal manusia diikutsertakan dalam perhitungan, sebagian dari kesenjangan itu bisa dijelaskan.
Asumsi darsar dalam menilai kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kesenjangan adalah pendidikan meningkat produktivitas pekerja. Jika produktivitas pekerja meningkat, pertumbuhan ekonomi akan meningkat.
Disisi lain kenaikan produktivitas berarti kenaikan penghasilan. Selalu diasumsikan bahwa manfaat dari kenaikan pendidikan secara agregat akan lebih besar bagi kelompok miskin. Dengan demikian, jika tingkat pendidikan meningkat, penghasilan kelompok miskin juga akan tumbuh lebih cepat dan pada akhirnya ketimpangan akan mengecil.
Masalahnya, asumsi demikian tidak selalu bisa menjadi generalisasi. Manfaat dari pendidikan dalam hal kenaikan produktivitas dan penghasilan pekerja hanya berlaku untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu. Akibatnya, kenaikan tingkat pendidikan belum tentu memberikan manfaat terhadap pertumbuhan danpemerataan. Terutama jika kita berbicara mengenai manfaat pendidikan bagi kelompok termiskin.
Studi dari Foster dan Rosenzweig (1995) mengenai dampak dari pendidikan terhadap petani di India semasa revolusi hijau bisa memberikan sedikit gambaran. Studi sektor pertanian di negara seperti India (juga Indonesia) sangat relevan dalam wacana pembangunan ekonomi karena mayoritas penduduk, termasuk mereka yang masuk dalam kelompok termiskin, ada di sektor ini.
Dalam studi ini petani yang memiliki pendidikan dasar memang jauh lebih produktif daripada yang tidak pernah sekolah. Namun, tak ada perbedaan signifikan antara memiliki pendidikan menengah dan hanya pendidikan dasar.
Selain itu, di daerah yang kondisi alam dan geografisnya jelek, seringkali produktivitas lebih ditentukan oleh pengaaman, bukan pendidikan. Bagi petani di tempat-tempat seperti ini, pergi ke sekolah selain tidak banyak bermanfaat, juga membuat mereka kehilangan sekian tahun pengalaman bekerja di sawah.
Orang bisa mendebat baik, dengan pendidikan seseorang bisa mengalami mobilitas sosial. Mereka tak harus terus menjadi petani dan orang miskin jika bisa mengenyam pendidikan. Itulah masalahnya. Dibanyak negara berkembang lain mobilitas sosial tidak selalu dimungkinkan. Di India kasta adalah salah satu hambatan mobilitas sosial, selain banyak hambatan lain. Di negara seperti Indonesia, korupsi yang sudah mengakar hingga ke tingkat penerimaan pegawai bisa jadi alasan lain mengapa mobilitas sosial relatif sulit terjadi.
Selain itu, ada lagi soal anggaran, tingkat pendidikan di suatu negara mungkin menghadapi masalah lain di luar pendanaan. Disini dibutuhkan intervensi pemerintah yang spesifik untuk mengatasi masalah-masalah itu. Contohnya, di Kenya ditemukan bahwa rendahnya kualitas pendidikan dasar disebabkan oleh kuranynya nutrisi murid sekolah dasar akibat penyakit cacingan. Pembagian bat cacing bagi murid SD ternyata lebih efektif dalam meningkatkan kualitas pendidikan disana.
Kesimpulannya, tidak ada kebijakan pemerintah yang bisa diterka secara universal di semua negara. Ini adalah inti dari kritik kaum populis terhadap kebijakan neoliberal. Hal ini yang sebaliknya juga berlaku, tidak ada kebijakan populis yang berlaku secara universal. Dan tidak semua hal bisa diselesaikan dengan anggaran pemerintah yang lebih besar.
Menurut Mohamad Ali (2005), dikemukakan Malaysia mengalami kemajuan yang tinggi di pengembangan SDM, karena pada masa pemerintahan PM Mahathir Mohamad, telah mencanangkan pengembangan SDM kedepan dengan melakukan investasi yang cukup tinggi yaitu 28 persen dari anggaran belanja negaranya, dan pemerintahan PM Mahathir yang berjalan selama 17 tahun. Melihat keberhasilan tersebut, maka negara Indonesia dengan UUD 1945 yang telah diamandemen memberikan amanat kepada pemerintah untuk menetapkan anggaran pendidikan 20 persen dari anggaran belanja negara seperti tertuang pada pasal 31 Ayat 4.
Investasi dibidang pengembangan SDM merupakan suatu proses yang panjang dan untuk menunjang keberhasilan perencanaan tersebut, pendidikan dan pelatihan harus dijadikan suatu tolok ukur untuk membangun suatu negara. Tetapi pendidikan diibaratkan sebagai suatu kereta yang ditarik kuda, artinya keberhasilan proses pendidikan merupakan kontribusi dari lintas sektoral yaitu tenaga kerja, industri ekonomi, budaya dan lain sebagainya.
Pemerintah Indonesia harus mengambil langkah-langkah strategis dalam upaya membangun pendidikan nasional. Investasi di bidang pendidikan secara nyata berhasil mendorong kemajuan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan sosial. Untuk itu, investasi di bidang pendidikan harus didukung pembiayaan memadai, terutama yang diperuntukkan bagi penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Mengikuti agenda Millenium Development Goals (MDGs), tahun 2015 Pemerintah Indonesia harus menjamin bahwa seluruh anak usia sekolah dasar akan memperoleh pendidikan dasar.
Bersamaan dengan itu, akses ke pendidikan menengah dan pendidikan tinggi juga harus diperluas, guna mendukung upaya menciptakan knowledge society yang menjadi basis akselerasi pembangunan ekonomi di masa depan.

Kuliah: SUPERVISI PENDIDIKAN (Definisi dan Tujuan Pengawas Pendidikan)

DEFINSI DAN TUJUAN SUPERVISI PENGAWAS PENDIDIKAN
Pendahuluan
Kepala sekolah perlu memiliki pemahaman tentang supervisi baik yang menyangkut pengertian dan tujuan, dalam hal ini supervisi pendidikan dapat dimaknai sebagai kegiatan pemantauan sejauhmana perkembangan dan hambatan serta kendala yang dihadapi oleh sekolah. Oleh sebab itu, supervisi adalah alat bagi kepala sekolah untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam kegiatan belajar mengajar.
A. Pengertian Supervisi pengawas pendidikan

Supervisi secara etimologi berasal dari kata “ Super” dan “Visi” yang mengandung arti melihat dan meninjau dari atas atau menilik dan menilai dari atas yang dilakukan oleh pihak atasan terhadap aktivitas, kreativitas, dan kinerja bawahan.
Terdapat istilah yang hampir sama dengan supervisi, bahka dalam pelaksanaannya istilah-istilah tersebut sering digunakan secara bergantian. Istilah-istilah tersebut, antara lain, pengawasan, pemeriksaan, dan inspeksi. Pengawasan mengandung arti suatu kegiatan untuk melakukan pengamatan agar pekerjaan dilakukan sesuai dengan ketentuan. Pemeriksaan dimaksudkan untuk melihat bagaimana kegiatan yang dilaksanakan mencapai tujuan. Inspeksi dimaksudkan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang perlu diperbaiki dalam suatu pekerjaan.
Untuk mengetahui pengertian dan pemahaman tentang arti supervise berikut definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli:
Dalam Dictionary of Education Carter Good, dikemukakan definisi supervise sebagai berikut:
“Segala usaha pejabat sekolah dalam memimpin guru-guru dan tenaga kependidikan lainnya, untuk memperbaiki pengajaran; termasuk menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan dan perkembangan jabatan guru-guru, menyeleksi, dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode-metode mengajar serta evaluasi pengajaran.”
Mulyasa (2006) mengutip pendapat sahertian mengemukakan bahwa supervise merupakan usaha mengawali, mengarahkan, mengkoordinasi, dan membimbing secara kontinu pertumbuhan guru-guru di sekolah, baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran sehingga dapat menstimulasi dan membimbing pertumbuhan tiap murid secara kontinu sehingga dapat lebih cepat berpartisipasi dalam masyarakat demokrasi modern. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa supervise bukanlah kegiatan sesaat seperti inspeksi, tetapi merupakan kegiatan yang kontinu dan berkesinambungan sehingga guru-guru selalu berkembang dalam mengejakan tugas dan mampu memecahkan berbagai masalah pendidikan dan pengajaran secara aektif dan efisien.
Ross L.(1980), mendefinisikan bahwa supervisi adalah pelayanan kepada guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan pengajaran, pembelajaran dan kurikulum. Purwanto (1987), supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif.
Supervise adalah memperkembangkan situasi belajar dan mengajar yang lebih baik, usaha kea rah perbaikan belajar mengajar ditujukan kepada penvapaian tujuan akhir dari pendidikan yaitu pembentukan pribadi anak secara maksimal.
Adapun supervisi di lembaga pendidikan sekolah terdapat dua jenis supervisi pertama adalah supervisi internal dan eksternal. Supervisi internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam usaha untuk memperbaiki pengajaran serta menyeleksi pertumbuhan dan perkembangan jabatan guru-guru, menyeleksi, dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode-metode mengajar serta evaluasi pengajaran. Sedangkan supervisi eksternal adalah pengawasan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan di luar sekolah seperti diknas, LSM, serta lembaga yang berkaitan dengan pendidikan.
Guru merasa memiliki otonomi untuk melakukan apa saja tanpa merasa perlu supervisi yang mereka anggap intervensi dari kepala sekolah, pengawas, dinas pendidikan atau yayasan sekolah. Kepala sekolah yang merasa memiliki otonomi melakukan apa saja dalam lingkup sekolah tanpa merasa perlu melakukan atau memperoleh supervisi. Demikian juga pengawas dan yayasan, juga merasa bahwa guru atau kepala sekolah telah memiliki otonomi dan dianggap tahu apa yang harus dilakukan, sehingga, pengawas seringkali melaksanakan supervisi hanya untuk memenuhi tugas semata.
Dalam konteks inilah hadirnya supervisor yang handal termasuk pengawas dalam menjalankan supervisi benar-benar diharapkan dan merupakan suatu keharusan. Jika terjadi penyimpangan atau pelanggaran, hambatan, kendala atau permasalahan, serta hal-hal lain terutama yang terkait dengan pembelajaran, maka dengan adanya supervisi hal itu dapat diantisipasi dan segera dapat diatasi.
Maka, pada esensinya pengawas itu megawasi sejauh mana perkembangan serta kendala-kendala yang terjadi di sekolah, kemudian supervisi (supervisor) yang merevisinya.
B. Tujuan Supervisi
Tujuan supervisi ialah memperkembangkan situasi belajar dan mengajar yang lebih baik. . menurut mulyasa, supervisi bertujan mengembangkan iklim yang kodusif dan lebih baik dalam kegiatan belajar mengajar.
1. Tujuan umum
1) Membina orang-orang yang disupervisi menjadi manusia dewasa yang sanggup berdiri sendiri.
2) Membina orang-orang yang disupervisi menjadi manusia pembangunan dewasa yang berpancasila.
3) Perbaikan situasi pendidikan dan pengajaran pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar pada khususnya.
2. Tujuan khusus
1) Membantu guru-guru lebih memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya
2) Membantu guru-guru untuk dapat lebih memahami dan menolong murid
3) Memperbesar kesnggupan guru mendidik murid untuk terjun ke msyarakat
4) Memperbesar kesadaran guru terhadap kerja yang demokratis dan kooperatif
5) Membesar ambisi guru untuk berkembang
6) Membantu guru-guru untuk memanfaatkan pengalaman yang dimiliki
7) Memperkenalkan karyawan baru kepada sekolah
8) Melindungi guru daru tuntutan tak wajar dari masyarakat
Tujuan konkrit supervise adalah:
1. membantu guru melihat dengan jelas tujuan pendidikan
2. membantu guru atau membimbing pengalaman belajar siswa
3. membantu guru dalam menggunakan sumber-sumber pengalaman siswa
4. membantu guru dalam memenuhi kebutuhan murid
Referensi
Drs. Piet. A. Sahertian, Prinsip Dan Tekhnik Supervise Pendidikan, Surabaya: 1981. Uasaha Nasional.

Mulyasa, E, M. Pd, Drs. Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: 2006. PT. Remaja Rosdakarya. Cet ke 10.
Suprapto, Rahcmat, Sekretaris Majelis Dikdasmen PDM Kota Semarang.
Daryanto, H. M. Drs, Administrasi Pendidikan, Jakarta: 2006. PT. Rineka Cipta. Cet ke 4
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/08/tugas-pokok-fungsi-hak-dan-wewenang-pengawas-sekolahsatuan-pendidikan/
http://applikasi.wordpress.com/2008/06/06/arti-supervisi-pendidikan